Demi Sinyal Internet, Siswa Harus Tidur di Pohon dan Mendaki Bukit

Veveonah Mosibin menunjukkan bagaimana dia tidur di pohon demi sinyal internet.
Sumber :
  • https://www.straitstimes.com/

VIVA – Demi mendapatkan sinyal internet untuk belajar online, seorang siswa terpaksa harus mendaki bukit dan tidur di atas pohon. Hal itu dialami orang Veveonah Mosibin (18), seorang warga desa di distrik Pitas, Negara Bagian Malaysia, Sabah timur, Kalimantan.

Siswi SMA Negeri 2 Maumere Dilarang Ikut Ujian Gegara Nunggak Rp50 Ribu

Nama Mosibin menjadi perbincangan publik ketika video YouTube yang viral pada Juni 2020, di mana ia menunjukkan bagaimana harus berjuang mendaki bukit dan tidur di pohon hanya untuk mendapatkan sinyal internet mengikuti ujian online.

Pada November tahun lalu, delapan siswa di negara bagian yang sama, yang akan bertemu di jembatan gantung untuk mendapatkan akses internet untuk kelas online mereka, lolos dari kematian setelah terjun sedalam 18 meter ketika jembatan itu runtuh. Salah satunya mengalami cedera tulang belakang.

Mengenal Empat Zaman yang Digambarkan dalam Ramalan Jayabaya

Karyawan kantin bernama Suzianah Bidin (32), yang tinggal di sebuah desa dekat Beaufort, di pedalaman Sabah, mengatakan ketiga anaknya harus berjalan kaki ke sungai, sekitar 45 menit dari rumah, untuk mengakses internet.

"Tidak ada layanan internet di rumah saya. Desa saya banjir bulan lalu, dan saya harus membawa anak-anak saya ke sungai dengan perahu kecil untuk belajar karena airnya setinggi dada," kata Suzianah, seperti dikutip dari situs Straits Times, Sabtu, 6 Februari 2021.

Imbas Kematian Siswa Diduga Dianiaya, Kepala Sekolah SMKN 1 Nias Selatan Dibebastugaskan

Anak-anak bergiliran menggunakan smartphone miliknya atau suaminya hanya untuk belajar online, karena mereka tidak mampu membeli ponsel baru bagi ketiga anaknya tersebut.

Harapan untuk kembali ke ruang belajar pada awal tahun ini pupus setelah Pemerintah Malaysia membatalkannya lantaran masih berjuang melawan gelombang baru infeksi COVID-19, sehingga menerapkan MCO atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Sekitar empat juta siswa di seluruh negeri itu dipaksa kembali untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ), kecuali mereka yang mengikuti ujian utama, meski tidak mungkin bagi sebagian orang.

Tingkat penetrasi internet rumah tangga Malaysia meningkat dari 87 persen pada 2018 menjadi 90,1 persen pada 2019 tetapi media terus dipenuhi dengan laporan tentang siswa yang memanjat pohon atau bukit untuk penerimaan yang lebih baik, hanya agar mereka dapat mengikuti belajar online selama pandemi COVID-19.

Perusahaan telekomunikasi, Telekom Malaysia, mencatat bahwa peningkatan 15 persen dalam penggunaan lalu lintas internet secara keseluruhan sejak dimulainya PSBB tahap kedua, yang mulai berlaku pada 13 Januari 2021.

MCO pertama kali diberlakukan pada Maret tahun lalu dan sebagian besar pembatasan berdasarkan perintah ini dicabut pada Juni. Di daerah terpencil di negara bagian seperti Sabah, masalahnya bermuara pada tingkat penetrasi broadband tetap yang rendah.

Berdasarkan data Malaysian Communications and Multimedia Commission (MCMC) bahwa tingkat penetrasi broadband tetap pada 34,5 persen pada kuartal II 2020. Di Sabah, angkanya hanya 16,1 persen, salah satu yang terendah di Malaysia atau kedua setelah Kelantan, dengan tingkat penetrasi broadband tetap yang hanya 12,2 persen.

Di sisi lain, tingkat penetrasi broadband seluler Malaysia adalah 116,7 persen, sedangkan Sabah berada pada 78,8 persen, lagi-lagi terendah di negara tersebut.

Pemerintah Malaysia terus berjuang untuk meratakan jangkauan internet bagi semua warga Malaysia pada 2025 melalui Jaringan Digital Nasional (Jendela) dengan anggaran sebesar RM21 miliar (Rp73 triliun). Dari anggaran sebesar itu, Sabah akan menerima hampir 400 menara komunikasi baru pada 2022, serta 924 menara BTS akan ditingkatkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya