Kamu Percaya Teori Konspirasi? Tenang, Itu Normal Kok

Ilustrasi teori konspirasi.
Sumber :
  • Dokumen Australian National University

VIVA – Teori konspirasi di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini semakin banyak bermunculan. Menurut sosiolog dari Norwegian University of Science and Technology (NTNU), Asbjorn Dyrendal, setidaknya semua orang mempercayai satu teori konspirasi.

Masih Banyak yang Tak Percaya, Saksi Mata yang Lihat Kate Middleton Buka Suara

Hasil penelitian dari studi terbaru menyimpulkan, dalam dosis kecil, pemikiran seperti itu normal bagi kita semua. Kepercayaan pada teori konspirasi adalah bagian dari psikologi manusia normal dan dibangun di atas kapasitas yang diperlukan.

Baca: Asal-usul Pemberian Nama Alien untuk Makhluk Luar Angkasa

Tepis Teori Konspirasi, Kate Middleton Terlihat Sehat dan Bahagia di Foto Terbaru

"Keyakinan konspirasi dapat ditimbulkan oleh faktor situasional, seperti respons terhadap ketakutan dan ketidakpastian, dan tampaknya terkait dengan perilaku keengganan dan pemikiran magis," kata peneliti dalam makalah, dikutip dari situs Science Alert, Rabu, 17 Februari 2021.

Manusia rentan untuk mempercayai apa yang dianggap benar ketika emosi sedang tidak terkendali dan identitas dipertaruhkan. Ada banyak tingkatan pemikiran konspirasi dan beberapa bisa sangat berbahaya.

Teori Konspirasi Kebakaran di Maui Hawaii: Smart City Hingga Ulah Elon Musk

Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami mengapa beberapa orang lebih tertarik pada konspirasi daripada yang lain. Tim peneliti melakukan survei selama musim gugur di belahan Bumi utara pada 2016.

Mereka meminta 883 siswa Norwegia menjawab pertanyaan untuk menentukan pemikiran mereka tentang segala hal, mulai dari kepercayaan paranormal hingga otoritarianisme sayap kanan.

"Dalam studi saat ini, kami menguji hubungan antara seperangkat prediktor sentral yang divalidasi dari keyakinan pada teori konspirasi, termasuk ciri skizotipal, keyakinan paranormal, otoriterisme sayap kanan, orientasi dominasi sosial, dan mentalitas konspirasi," jelas mereka dalam makalah.

Photo :
  • The Union Journal

Para peneliti menemukan bahwa tidak ada satu pun sifat yang dapat menandai seseorang sebagai ahli teori konspirasi, sebaliknya, banyak perubahan kecil pada variabel-variabel yang jika digabungkan akan menjadi bahan pertimbangan.

Ciri-ciri skizotipal dapat mencakup hal-hal seperti paranoid, kecemasan sosial, kepercayaan yang tidak konvensional dan pemikiran atau perilaku yang aneh. Ilmuwan juga menemukan bahwa ini adalah penyebab utama dari kepercayaan pada teori konspirasi.

"Orang yang tidak menyukai kesetaraan dan lebih menyukai hierarki, melihat diri mereka dan kelompok mereka lebih tinggi dari orang lain. Mereka lebih percaya pada teori konspirasi yang secara khusus tentang kelompok sosial," kata Dyrendal.

Penganut teori konspirasi cenderung menemukan sumber berita mereka di media sosial. Tampaknya tidak satu pun manusia yang bisa lolos dari sifat yang satu ini, yang telah menjadi ekstrem di Amerika Serikat (AS), juga negara lainnya di dunia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya