Logo ABC

Curhat Ilmuwan Indonesia Hadapi Hoax, Kadang-kadang Capek juga

Peneliti meriset pembuatan vaksin Merah Putih di salah satu laboratorium PT Bio Farma (Persero), Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/8/2020).
Peneliti meriset pembuatan vaksin Merah Putih di salah satu laboratorium PT Bio Farma (Persero), Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/8/2020).
Sumber :
  • abc

Tugas ilmuwan di masa pandemi COVID-19 semakin berat, karena harus berhadapan dengan hoax, disinformasi, atau bahkan pernyataan resmi yang tidak berbasis fakta dan data, serta sentimen nasionalisme.

Ilham Akhsanu Ridlo, ilmuwan pemula dari Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur masih berusaha mencerna pernyataan yang pernah disampaikan Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo.

"Target kita adalah pada perayaan 17 Agustus yang akan datang [2021] ... Artinya COVID-19 dalam posisi yang bisa dikendalikan," kata Doni seperti yang disiarkan YouTube Pusdalops BNPB, 14 Februari lalu.

Sebagai ilmuwan, yang menjadi pertanyaan Ilham adalah atas dasar ilmiah apa pernyataan resmi tersebut. "Apa dasar evidence-nya sampai bisa menyebut 17 Agustus itu?" lontarnya saat berbicara dengan ABC Indonesia.

Apalagi, sejumlah ilmuwan mengatakan dalam mengendalikan pandemi COVID-19, Indonesia masih dianggap kurang secara ilmiah dalam jumlah tes, laju vaksinasi yang lambat, dan pasokan vaksin yang masih sedikit.

Mislanya, dengan menggunakan data laju vaksinasi di Indonesia saat ini yakni 60 ribu dosis per hari, Bloomberg dan Johns Hopkins University memperkirakan, Indonesia baru akan bisa memenuhi target menyuntik 70 persen populasi atau 181,5 juta orang setidaknya sepuluh tahun dari sekarang.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menawarkan strategi vaksinasi yang hanya menyuntik 39 persen dari populasi untuk mengendalikan pandemi, tapi itu pun diperkirakan baru bisa terlihat hasilnya paling cepat pada September tahun ini.

Tapi ini bukan untuk pertama kalinya pejabat atau mereka yang punya otoritas mengeluarkan pernyataan tanpa basis data, yang disayangkan oleh Ilham sebagai ilmuwan.

"Yang pertama saya ingat soal nasi kucing, kemudian guyonan soal "oh covid itu nggak akan masuk Indonesia karena perizinannya susah, sehingga kita butuh Omnibus Law". Itu luar biasa itu," katanya.

Menurut Ilham, pernyataan-pernyataan publik dari pihak yang berwenang tanpa dasar ilmiah ini membuat tugas para ilmuwan dalam mengedukasi publik semakin berat.