3 Dampak Negatif Roaming Nasional

Menara BTS milik salah satu operator telekomunikasi.
Sumber :
  • Dok.XL

VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo diminta untuk tidak memberi izin layanan jelajah (roaming) nasional bagi operator seluler pemilik izin jaringan bergerak selular, karena mengakibatkan banyak kerugian (mudarat) ketimbang manfaat.

Investasi di Indonesia, Menperin Ingatkan Apple harus Penuhi Aturan TKDN

Pengamat telekomunikasi Mohammad Ridwan Effendi mengingatkan tiga dampak negatif apabila Kominfo memberikan izin operator seluler menjalankan roaming nasional. Pertama, operator seluler akan semakin malas membangun jaringannya. Padahal mereka punya lisensi penyelenggaraan jaringan bergerak selular nasional.

Baca: Lakukan Ini agar Indonesia Tak Jadi Korban Perusahaan Digital Asing

Menkominfo Lagi Semringah

"Jadi, mereka tidak pantas meminta izin roaming nasional ke Kominfo. Justru seharusnya operator yang memegang izin penyelenggaraan jaringan bergerak selular nasional membangun jaringan telekomunikasinya dari Sabang hingga Merauke," kata dia, Jumat, 19 Maret 2021.

Pria yang menjabat sebagai ketua Laboratorium Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) ini menyebut, selain menyebabkan operator seluler malas membangun, pemberian izin roaming nasional juga membuat iklim persaingan usaha tidak sehat.

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

Karena, hal itu sangat berpotensi terjadi kesepakatan harga atau persekongkolan dalam penetapan harga serta layanan telekomunikasi di pasar yang sama (relevant market) yang saling subtitusi.

"Tentu saja ini bertentangan sama semangat pemerintah yang ingin menciptakan persaingan usaha yang sehat di sektor telekomunikasi," ujar Ridwan. Mudarat lainnya adalah nantinya di beberapa daerah akan hanya ada satu penyedia jaringan seluler saja.

Keberadaan satu operator telekomunikasi di suatu daerah juga dinilai Ridwan tidak baik bagi ketahanan jaringan. "Indonesia itu rawan bencana. Coba bayangkan jika di satu daerah cuma ada satu operator dan terjadi gangguan jaringan yang diakibatkan oleh kendala teknis atau bencana alam. Dipastikan tidak ada backup jaringan," jelasnya.

Oleh karena itu, Ridwan melanjutkan, yang akan dirugikan tentunya adalah masyarakat di daerah tersebut. Idealnya, di satu daerah harus ada lebih dari satu operator telekomunikasi.

"Jadi enggak pantas operator seluler mendesak agar Kominfo mengeluarkan izin roaming nasional. Sebab, saat ini aturan mengenai roaming nasional juga sudah tak ada lagi, yang ada hanya aturan sewa jaringan. Itu berbeda dengan roaming nasional. Karena sewa jaringan itu hanya sewa kapasitas, bukan keberadaan," tegas Ridwan.

Berkaca ke belakang, pada awal 1984, ketika industri seluler mulai menggeliat di Indonesia dengan teknologi seluler generasi pertama (1G), Ridwan mengakui jika pemerintah pernah memberikan izin roaming nasional. Ini disebabkan lisensi yang dimiliki oleh operator seluler saat itu masih bersifat regional.

Dengan begitu, operator seluler yang tidak memiliki hak dan komitmen membangun di wilayah tertentu dapat melakukan kerja sama dengan operator yang memiliki jaringan dan membangun di wilayah tersebut.

Sepuluh tahun kemudian, Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi kala itu, Joop Ave, menerbitkan izin nasional bagi operator jaringan bergerak seluler. Penerbitan izin ini tentunya dengan batas waktu tertentu hingga jaringan operator seluler yang melakukan roaming nasional itu tersedia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya