Hukuman Fisik pada Anak Sebabkan Gangguan Mental

ilustrasi anak.
Sumber :
  • Freepik

VIVA – Beberapa tahun terakhir pola pengasuhan anak berubah cukup banyak. Meskipun hukuman fisik dulunya merupakan cara yang direkomendasikan untuk mendisiplinkan anak, orangtua di era modern cenderung memilih pendekatan yang tidak terlalu menyakiti fisik anak saat menangani perilaku buruk.

Tantrum Anak Bukan Hal Seram! Ini Rahasia Mengatasinya dengan Bijak

Ada banyak alasan. Mulai dari keyakinan pribadi hingga batasan hukum. Tetapi studi baru yang dilakukan oleh sebuah tim peneliti di Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS) dapat memberikan kepercayaan lebih pada keputusan untuk memilih hukuman verbal daripada menggunakan kekuatan fisik.

Baca: Ilmuwan Rela Melakukan Apapun demi Alien

Yang Harus Dilakukan Orang Tua Saat Anak Mulai Sakit, Dokter: Jangan Diajak ke Mall!

Penelitian dilakukan dengan tujuan meneliti hubungan antara tamparan dan respons saraf terhadap wajah yang menakutkan, indikator adanya ancaman di lingkungan, dan menggunakan wajah emosional.

Dengan kata lain, tim peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara dipukul dengan berkembangnya gangguan mental, dikutip dari situs Mashable, Sabtu, 17 April 2021.

Trik ala Tasya Kamila agar Anak Gak Gampang Sakit, Bisa Dicontek Bun!

Studi yang dipublikasikan di Jurnal Child Development tersebut mengamati 147 anak-anak berusia antara 3 hingga 11 tahun, dan memberikan perhatian ekstra pada mereka yang berusia antara 10 dan 11 tahun yang telah dipukul, tetapi tidak mengalami bentuk kekerasan lainnya.

Mereka menempatkan setiap anak di mesin magnetic resonance imaging (MRI), dan mengamati aktivitas otak masing-masing saat mereka menampilkan gambar berbagai aktor yang membuat wajah 'ketakutan' atau 'netral'.

Pemindai merekam respons saraf setiap anak terhadap gambar tersebut, dan tim kemudian menggunakan hasilnya untuk menentukan perbedaan reaksi antara anak-anak yang dipukul dibandingkan dengan mereka yang tidak.

"Rata-rata, di seluruh sampel, wajah ketakutan memunculkan aktivasi yang lebih besar daripada wajah saraf di banyak wilayah di seluruh otak," ujar tim penelitian dalam studi. Anak-anak yang dipukul menunjukkan aktivasi yang lebih besar di beberapa wilayah korteks prefrontal (PFC) dibandingkan dengan anak-anak yang tidak pernah dipukul.

Dalam istilah yang lebih sederhana, anak-anak yang dipukul atau dipukuli, cenderung mengembangkan lebih banyak masalah yang berhubungan sama gangguan mental, seperti kemampuan kognitif yang lebih rendah, masalah perilaku, dan masalah dalam menangani emosi.

Penulis studi dari Departemen Psikologi Universitas Harvard, Katie A. McLaughlin, mengatakan bahwa meskipun banyak orang menyamakan metode hukuman fisik seperti memukul hanya sebagai bentuk tindakan disiplin, kenyataannya adalah itu tidak jauh berbeda dari pelecehan fisik.

"Kami berharap temuan ini dapat mendorong keluarga untuk tidak menggunakan strategi ini dan dapat membuka mata orang-orang terhadap konsekuensi negatif dari hukuman fisik dengan cara yang belum pernah mereka pikirkan sebelumnya," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya