Berbenah Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Ilustrasi emisi gas rumah kaca.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Saat ini sumber terbesar gas rumah kaca adalah pembakaran batu bara, minyak dan gas. Para pemimpin dunia berjanji memperlambat laju pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius atau paling ideal 1,5 derajat Celcius. Pernyataan bersama itu diungkapkan pada 2015.

Fasilitas Kesehatan Bagian dari Praktik Bisnis Ramah Lingkungan

Namun, dunia sedang mengarah pada level kenaikan sebesar 3 derajat Celcius hingga kini, menurut lembaga Jerman, Climate Action Tracker. Meski sasaran 1,5 derajat Celcius akan gagal tercapai dalam beberapa dekade ke depan, rata-rata suhu Bumi bisa dikembalikan ke level aman dengan menerapkan pengurangan emisi yang ekstrem.

Selain dekarbonasi ekonomi, rencana itu juga melibatkan upaya penyedotan karbondioksida (CO2) dari atmosfer Bumi. Tapi teknologi yang dibutuhkan masih sedemikian mahal, sehingga cara ini diragukan bisa ampuh dalam skala yang dibutuhkan.

Komersialisasi Kredit Karbon untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca

"Akan lebih mudah untuk tidak memproduksi emisi ketimbang melampaui anggaran karbon kita lalu berusaha menyedot emisi dari atmosfer Bumi. Ongkosnya akan lebih tinggi ketimbang metode yang kita miliki saat ini," kata Ilmuwan dari Potsdam Institute for Climate Impact Research di Jerman, Malte Meinshausen, seperti dikutip dari situs DW, Rabu, 22 September 2021.

Bagi industri perkebunan, memiliki sertifikasi standard karbon internasional atau International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) sangat penting dalam upaya peningkatan kinerja berkelanjutan dan berdampak pada upaya-upaya menekan emisi dan penurunan gas rumah kaca.

Menteri LHK Siti Nurbaya: Indonesia Sukses Tekan Deforestasi dan Karhutla

"ISCC fokus pada sejumlah kriteria. Paling utama adalah kadar gas rumah kaca (GRK) yang harus berada di bawah ambang batas 1.000 CO2Eq," ungkap Senior Executive Vice President PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, Rurianto.

Saat ini 70 persen unit pabrik kelapa sawit (PKS) dan kebun PTPN V telah mengantongi sertifikasi berstandard internasional. Kepemilikan sertifikasi ISCC tersebut menyusul pembangunan empat pembangkit tenaga biogas (PTBg) Cofiring di empat unit PKS milik mereka yang direncanakan rampung akhir tahun ini.

"Adanya PTBg maka pabrik PTPN V terbantu karena gas metan yang dilepaskan ke udara tidak hanya berkurang, tapi konversi gas ini malah bisa menjadi nilai tambah dengan dimanfaatkan menjadi sumber energi," kata Rurianto.

Lantaran memiliki sertifikasi ISCC dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), PTPN V berhasil meraup Rp168,8 miliar dari premi penjualan crude palm oil dan palm kernel oil dengan harga premium.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya