Amerika Kalah Telak dari China

Perang Teknologi China dan Amerika Serikat (AS).
Sumber :
  • Beyond the Horizon ISSG

VIVA – China akan mendominasi dunia melalui kemajuannya dalam teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Sementara Amerika Serikat (AS) kehilangan kesempatan untuk mencegah dan mengejarnya. Hal itu diungkapkan oleh mantan Kepala Perangkat Lunak Departemen Pertahanan AS (Pentagon), Nicolas Chaillan.

AS Gelontorkan Lagi Rp 420 Triliun Lebih untuk Perang Israel di Gaza

“Kami tidak memiliki peluang bertarung dan bersaing sama China dalam 15 hingga 20 tahun ke depan. (Amerika) sudah berakhir menurut saya,” kata pria yang baru mengundurkan diri pada bulan lalu dari Pentagon, seperti dikutip VIVA Tekno dari situs Russia Today, Selasa, 12 Oktober 2021.

Chaillan, kepala perangkat lunak untuk Pentagon dan Angkatan Udara AS untuk meningkatkan keamanan siber selama tiga tahun terakhir, mengumumkan pengunduran dirinya pada September kemarin sebagai bentuk protes terhadap lambatnya kemajuan teknologi Angkatan Bersenjata Amerika Serikat.

Viral Wanita Ini Ngaku Ditipu Elon Musk, Uang Rp800 Miliar Melayang

“Apakah diperlukan perang atau tidak, itu semacam anekdot. Tetapi China yang telah memprioritaskan AI, pembelajaran mesin, dan kemampuan dunia maya. Mereka sudah berada di jalur dominasi dan kendali global atas segala sesuatu. Mulai dari narasi di media hingga geopolitik," tegas Chaillan.

Washington DC – ibu kota AS – mungkin menghabiskan tiga kali anggaran lebih banyak daripada Beijing – ibu kota China – dalam hal pertahanan. Tapi biaya tersebut digunakan di area yang salah, menurut Chaillan.

Menhan Israel Pasang Badan untuk Batalion Netzah Yehuda yang Dijatuhi Sanksi AS

Ia menyebut, kecerdasan buatan dan teknologi baru lainnya lebih penting untuk masa depan Amerika daripada proyek perangkat keras besar dengan anggaran sangat tinggi untuk sekelas F-35, yang merupakan jet tempur generasi kelima.

Satu hal yang menahan Amerika untuk mengembangkan kecerdasan buatan, ungkap Chaillan, yaitu perdebatan yang sedang berlangsung tentang etika dari teknologi terbaru tersebut. Sementara perusahaan-perusahaan teknologi China sudah menggelontorkan investasi besar-besaran di AI tanpa berpikir dua kali.

Perusahaan teknologi China, kata Chaillan, juga aktif bekerja sama dengan pemerintah Beijing untuk mengembangkan kecerdasan buatan. Tapi tidak bagi perusahaan teknologi negeri Paman Sam, seperti Google, yang enggan bekerja sama dengan pemerintah negaranya.

Chaillan juga membunyikan alarm terhadap pertahanan dunia maya seluruh kementerian/lembaga AS dengan mengatakan bahwa tingkat keamanannya berada pada level 'taman kanak-kanak' untuk beberapa negara bagian.

Pengunduran diri Nicolas Chaillan membuat heboh setelah mengumumkannya melalui sebuah surat pada awal September lalu. Ia mengeluh bahwa birokrasi dan kurangnya anggaran telah mencegahnya melakukan pekerjaan dengan benar. "Saya muak hanya mendengar kata-kata tanpa tindakan," jelas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya