Telegram Jadi Media Penawaran Investasi Ilegal

Telegram.
Sumber :
  • Cashcash Pro

VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo telah melakukan penutupan akses terhadap 151 perusahaan keuangan digital (fintech) peer to peer (P2P) lending dan empat entitas tanpa izin, yang ditemukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

OJK Beberkan Kunci Hadapi Memanasnya Dinamika Ekonomi Global

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan pemerintah sudah banyak melakukan hal untuk memberantas fintech lending ilegal.

"Mulai dari pemblokiran hingga upaya penegakan hukum," kata dia, seperti dikutip dari siaran pers, Selasa, 12 Oktober 2021. Sejak 2018 hingga Agustus 2021, Satgas sudah menutup sebanyak 3.515 fintech lending ilegal.

OJK Cabut Izin usaha BPRS Saka Dana Mulia Kudus

Menurut Semuel, kunci utama dan paling efektif untuk bisa memberantas fintech lending ilegal ialah dengan literasi kepada masyarakat supaya pasar dari para pelaku fintech lending ilegal akan hilang dengan sendirinya.

Saat ini, aplikasi fintech P2P lending menarik bagi masyarakat karena memberikan akses kemudahan dalam melakukan pinjaman online. Namun, apabila masyarakat meminjam melalui P2P lending ilegal, ada dampak negatif berupa menerima ancaman serta intimidasi jika menunggak pinjaman.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing melihat perkembangan kegiatan fintech P2P lending ilegal sangat meresahkan karena di tengah pandemi COVID-19 masih ada penawaran pinjaman tanpa izin.

"Saat ini masih ada penawaran fintech lending ilegal yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Tongam.

Menurutnya, ada beberapa modus yang digunakan fintech ilegal dan entitas tanpa izin untuk menjerat masyarakat. "Sasaran mereka adalah masyarakat yang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif di masa pandemi. Mereka mengenakan bunga yang tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek," tutur dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa para pelaku fintech lending ilegal memberikan syarat mudah mendapatkan pinjaman, tetapi mereka selalu meminta izin untuk dapat mengakses semua data kontak di ponsel pengguna aplikasi.

"Itu sangat berbahaya, karena data ini bisa disebar dan digunakan sebagai alat intimidasi saat menagih," tegasnya. Tongam juga mengapresiasi upaya Kominfo dalam rangka memberantas fintech P2P lending ilegal melalui penutupan akses.

Selain itu, banyak juga kegiatan yang menduplikasi website entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah website itu resmi milik entitas yang memiliki izin. "Sebab, penawaran investasi melalui media Telegram adalah ilegal sehingga diharapkan masyarakat waspada jika menerima penawaran tersebut," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya