Zat Pencegah Korosi di Makanan Kaleng Jadi Sorotan

Ilustrasi makanan kaleng
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Salah satu cara yang umum dilakukan untuk mengawetkan makanan, yakni menyimpannya di dalam wadah tertutup. Biasanya, kemasan yang dipilih adalah kaleng.

Aki Sepeda Motor Mudah Soak? Ini 10 Penyebab dan Solusinya

Benda yang terbuat dari logam itu bisa mencegah makanan yang disimpan terpapar dari udara, sehingga bisa tahan lama. Namun, dibutuhkan zat khusus yang berfungsi mencegah terjadinya korosi.

Ilustrasi makanan kaleng

Photo :
  • Pixabay/pasja1000
Mengenal Teknologi Black Fin pada AC Midea

Zat yang dimaksud adalah BPA, yang juga digunakan pada proses pembuatan kemasan plastik. Laporan dari Environmental Research, dikutip Kamis 14 Oktober 2021 menunjukkan bahwa semakin banyak mengonsumsi makanan kaleng maka akan semakin berpeluang untuk seseorang terkontamiasi zat tersebut.

“Saya dapat makan tiga kaleng peach, orang lain bisa makan satu kaleng sup krim jamur dan saya memiliki paparan lebih besar terkena BPA," kata pemimpin penelitian, Jennifer Hartle dari Stanford Prevention Research Center.

Gandeng KNKT Periksa Rangka eSAF, Kemenhub Sebut Laju Korosi di Indonesia Berat

Pakar kimia dari Departemen Kimia Universitas Indonesia, Agustino Zulys mengatakan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan perlu melakukan uji laboratorium terhadap paparan BPA.

“BPOM perlu meneliti sejauh mana migrasi dari pelapis kaleng antikarat atau BPA yang terdapat dalam kemasan kaleng itu terjadi ke makanannya. Dalam hal ini, BPOM bisa melakukan kerja sama juga dengan perguruan tinggi,” ujarnya.

Bahan makanan kemasan kaleng yang bersifat asam, kata Agustino bisa memungkinkan BPA yang ada dalam lapisan kaleng terlarut. “Makanya, makanan kaleng tidak boleh untuk makanan-makanan yang sifatnya asam,” ungkapnya.

Pakar teknologi pangan dari IPB, Aziz Boing Sitanggang menjelaskan bahwa BPA dalam kemasan kaleng itu dibutuhkan dalam pembuatan resin epoksi, untuk melaminasi kaleng  guna menghindari korosi.

Menurutnya, kecenderungan BPA itu untuk bermigrasi  dari kaleng ke bahan makanannya bisa berpotensi lebih besar dan bisa lebih kecil.

“Tapi, seberapa besar pelepasan BPA-nya kita tidak tahu. Karena di Indonesia belum ada studi untuk membandingkan langsung dan itu perlu dikaji lagi lebih jauh,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya