TADEX Bagian dari Membangun Kedaulatan Digital

TADEX.
Sumber :
  • tadex.id

VIVA – Dunia periklanan terus berkembang, termasuk iklan maupun pemasaran digital. Setiap tahun kompleksitasnya meningkat seiring dengan semakin canggihnya teknologi. Masalah periklanan telah mengubah cara kerja kanal online, di mana digital marketing (pemasaran online) semakin dipertimbangkan.

Intip Persiapan Telkomsel 'Mengukur Jalan' Jelang Lebaran

"Pemasaran online sudah mempertemukan pengiklan dengan publisher, sehingga memberi kelebihan pada brand untuk pasar yang ditarget," ujar SVP Digital Advertising and Banking Telkomsel Ronny W Sugiadha, dalam acara virtual 'Uncover Publishers Opportunities through Programmatic Ads', Jumat, 26 November 2021.

Pada pertengahan tahun ini, TelkomGroup meluncurkan layanan digital bernama TADEX atau Tanah Air Digital Exchange untuk mendukung implementasi inovasi teknologi terkini terhadap industri media, khususnya periklanan.

Telkomsel Jadi Donatur Terbesar

TADEX merupakan hasil kolaborasi dua anak perusahaan TelkomGroup, yakni Telkomsel dan Metranet bersama Dewan Pers, Task Force Media Sustainability, dan Asosiasi Periklanan.

Menurut Ronny, memperkuat ekosistem dengan media tidak hanya membantu pelaku usaha, tapi juga mendukung media online membangun ekosistem periklanan yang lebih sehat dan terukur.

Masyarakat Diminta Jangan Gampang Umbar Data Pribadi

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Agus Sudibyo, melihat bahwa TADEX bukan hanya proyek yang diletakkan dalam konteks business-to-business (B2B) saja, tapi juga membangun kedaulatan digital.

"Ini upaya kita membangun kemandirian dari penetrasi platform global yang menguasai industri media dan upaya membangun apa yg disebut sebagai iklan dan pemasaran digital. Semua paham bahwa transformasi menghasilkan dua hal, disrupsi dan surplus," jelas dia.

Disrupsi, menurut Agus, telah menjadikan media konvensional sebagai korban. Meski begitu transformasi selalu menjanjikan peluang baru. Sementara untuk masalah surplus masih dipertanyakan, apakah bangsa kita yang menikmatinya atau orang asing.

Dalam konteks ini, faktanya bahwa 45-55 persen belanja iklan global dikuasai Alphabet (induk usaha Google) dan Facebook. Sedangkan untuk Indonesia agak berbeda, di mana 75-80 persen dikuasai Google dan Facebook.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya