Duet China dan Rusia Bikin Amerika Kewalahan

Joe Biden, Vladimir Putin, dan Xi JInping.
Sumber :
  • SCMP

VIVA – Persaingan tiga negara besar, Amerika Serikat (AS) versus China dan Rusia semakin sengit di sepanjang 2021. Pergulatan ketiganya ditandai dengan meningkatnya persaingan dan saling curiga. Di antaranya mengenai teknologi.

Rusia Sebut AS Buru-buru Tuduh ISIS Atas Serangan Gedung Konser di Moskow

Dengan China misalnya. Keamanan siber akan menjadi masalah besar pada tahun ini dan turut mempengaruhi kebijakan ekonomi dan strategis kedua negara.

Tahun lalu, Washington menuduh Beijing mensponsori peretasan data besar-besaran. AS juga menentang penyebaran teknologi komunikasi canggih China, terutama 5G, di wilayahnya.

Ekonomi Tumbuh 5,6% di 2024, Pemprov DKI Yakin Bisa Atasi Inflasi

Diperkirakan, AS akan lebih banyak menerapkan pembatasan yang lebih ketat terhadap teknologi China pada tahun ini, seperti dikutip VIVA Tekno dari situs DW, Selasa, 4 Januari 2022.

Apalagi, perkembangan ekonomi China diperkirakan akan melambat pada 2022. Beberapa perkiraan hanya melihat pertumbuhan ekonominya mentok di angka 5 persen – angka yang rendah untuk China.

BI Catat Modal Asing Kabur dari Indonesia Rp 1,36 Triliun

Beberapa analis ada yang mengatakan China memilih bersikap lebih lunak dan lebih banyak bekerja sama dengan AS akibat ekonominya 'kurang sehat'.

"Saya pikir meredanya ketegangan ekonomi dan perdagangan China dan AS bersifat sementara, karena konfrontasi tetap jadi tema utama. Kekuatan ekonomi keduanya pun sudah semakin seimbang. Karena itu, hubungan bilateral akan lebih banyak tentang persaingan daripada kerja sama," ungkap Ekonom East China University of Science and Technology, Shen Ling.

Ia melanjutkan, politik dalam negeri akan sangat mempengaruhi kebijakan AS maupun China pada 2022 karena ada Kongres Partai Komunis ke-20 dan ada pemilihan paruh waktu di Amerika Serikat.

"Maka dari itu, saya tidak optimis akan ada kemajuan signifikan yang akan dibuat untuk masalah apapun. Tapi, jika kedua negara berkepentingan, tetap mungkin untuk membuat beberapa kesepakatan," jelas Pengamat Politik dari Marshall Fund, Bonnie Glaser.

Sementara soal Rusia, Amerika direpotkan dengan rencana Moskow untuk mengambil alih Ukraina jika mantan anggota Uni Soviet itu benar-benar bergabung bersama Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO.

Sejak resmi menjadi Presiden AS, Joe Biden telah menghadapi tantangan signifikan, tidak hanya dari China tapi juga Rusia, yang memaksa Washington untuk memikirkan kembali kebijakan nuklirnya.

Melansir situs Express, Washington nampak dibuat kewalahan dua musuh bebuyutannya. Satu sisi, Moskow nampaknya sudah siap menyerang Ukraina ketika 100 ribu personel disiagakan di perbatasan Rusia dan Ukraina.

Sisi lain, Beijing membangun pangkalan militer di Laut China Selatan dan mempropagandakan Taiwan milik China yang sah. Ancaman-ancaman seperti inilah yang membuat Biden kembali menghidupkan kebijakan nuklir era Donald Trump.

Padahal, AS, China, dan Rusia sama-sama anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki hak veto.

Bersama Inggris dan Prancis, mereka sepakat bahwa penyebaran senjata dan perang nuklir harus dihindari. Apa iya, kesepakatan bersama mau dilanggar?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya