Matahari Terbenam Lebih Lambat di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara

Sinar Matahari.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN melaporkan bahwa Matahari akan terbenam lebih lambat jika diamati dari Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Fenomena ini akan dimulai pada 25-31 Januari mendatang.

5 Negara Tanpa Malam, Matahari Hampir Tidak Pernah Terbenam

Peneliti LAPAN Andi Pangerang menuturkan Bumi berotasi terhadap sumbunya dengan kemiringan 66,6 derajat bidang edar atau ekliptika. Secara bersamaan, planet ketiga di Tata Surya ini mengelilingi Matahari dengan sumbu yang miring tersebut.

"Miringnya sumbu rotasi Bumi saat mengelilingi Matahari dapat menyebabkan waktu terbit dan terbenamnya Matahari bervariasi selama satu tahun. Baik itu lebih cepat maupun lebih lambat," kata dia, seperti dikutip VIVA Tekno dari situs LAPAN, Sabtu, 22 Januari 2022.

Melodi Bali Memukau New York: Navicula dan Endah N Rhesa Luncurkan Album "Segara Gunung"

Menurutnya, saat sumbu rotasi di belahan Bumi Utara dan Kutub Utara Bumi miring ke arah Matahari, maka Matahari akan terbit lebih cepat dan terbenam lebih lambat di belahan Bumi Utara. Hal ini terjadi saat solstis Juni, yakni ketika Matahari berada paling utara saat tengah hari yang terjadi setiap 20/21 Juni setiap tahunnya.

Sementara itu, sumbu rotasi di belahan Bumi Selatan dan Kutub Selatan Bumi miring menjauhi Matahari. Oleh sebab itu, Sang Surya akan terbit lebih lambat dan terbenam lebih cepat di belahan Bumi Selatan terjadi saat solstis Desember setiap tanggal 21/22 Desember.

7 Negara Paling Beragam di Asia, Indonesia Nomor Segini

Lebih lanjut Andi menjelaskan bahwa waktu yang kita gunakan sehari-hari adalah waktu sipil atau waktu terzonasi, yakni waktu yang ditentukan berdasarkan bujur tolok zona waktu. Misalkan WIB = 105 derajat BT lebih cepat tujuh jam terhadap Universal Time (UT).

Sementara mengenai Matahari yang terbit lebih cepat maupun lambat ketika solstis hanya akan terjadi ketika penunjuk waktu yang digunakan hanya berdasarkan bayangan Matahari saja. Jenis waktu ini disebut sebagai Waktu Matahari Sejati, Waktu Sejati atau Waktu Istiwak.

Hal ini membuat Matahari akan mencapai titik tertinggi di atas ufuk pada pukul 12.00 menurut Waktu Sejati. Namun, deklinasi Matahari bervariasi dalam satu tahun, antara -23,4 derajat hingga +23,4 derajat.

"Selain itu orbit Bumi tidak berbentuk lingkaran sempurna melainkan elips dengan kelonjongan 1/60. Kedua faktor ini dapat mengakibatkan interval dua transit Matahari yang berurutan menjadi tidak seragam 24 jam. Bervariasi antara 23 jam 59 menit 40 detik hingga 24 jam 0 menit 30 detik," ungkap Andi.

Peristiwa ini tidak hanya bisa diamati oleh pengamat di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara saja, tetapi juga beberapa kota di Maluku dan Papua. Fenomena ini dapat terjadi setiap tahun tapi masyarakat tidak perlu panik menyikapinya karena ini adalah fenomena alam yang biasa terjadi setiap tahun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya