Menabur Hoax karena Kalah Data Ilmiah

Ilustrasi/Kabar hoax.
Sumber :
  • PeopleOnline

VIVA – Akademisi membantah tudingan yang meragukan independensi mereka dalam menyampaikan pendapat ilmiah seputar polemik bisphenol A (BPA) dalam air galon dalam kemasan (AMDK) berbahan polikarbonat (PC).

Daftar Harga Pangan 19 April 2024: Bawang hingga Telur Naik

Mereka menyampaikan pendapatnya secara ilmiah dan profesional berdasarkan keahlian dan keilmuan.

"Kami memang ahli di bidang itu (BPA), kami bicara sebagai ahli. Dan, saya tegaskan bahwa kami tidak pernah menerima apapun dari pihak lain terhadap apa yang kami sampaikan ke publik. Tudingan ini sudah bersifat subversif dan bisa dibawa ke pengadilan," kata Pakar Polimer ITB Ahmad Zainal Abidin, Jumat, 8 April 2022.

Nikita Mirzani Ngaku Dapet Kekerasan dari Rizky Irmansyah, Lita Gading: Lapor Jangan Koar-koar

Menurutnya, kalau pakar bicara mengenai BPA merupakan sesuatu hal yang wajar.

"Tapi kalau orang dari perkumpulan seperti FMCG ini yang sama sekali tidak mengerti tentang BPA terus bicara soal BPA dan malah mengajari kami para pakarnya. Itu yang harus diragukan. Orang seperti ini yang patut dicurigai sudah ditunggangi pihak tertentu, bukan kami," tegas dia.

Prabowo: Tuduhan Prabowo-Gibran Menang Curang Lewat Bansos Sangat Kejam

Zainal juga menegaskan bahwa dirinya memberikan pernyataan tentang PC (Polikarbonat) dan PET (Polyethylene terephthalate) itu tidak asal bunyi, tapi ada dasar ilmiahnya.
"Pendapat-pendapat selain yang disampaikan para pakar ilmiah mengenai BPA itu kan sudah disebutkan Kominfo dan BPOM juga sebagai hoax karena tidak didukung kuat oleh data-data ilmiah," tuturnya.

Dengan melontarkan tudingan yang tidak benar terhadap para akademisi terkait isu BPA, maka Zainal mengatakan bahwa itu menunjukkan ada pihak-pihak yang berusaha menjatuhkan produk-produk berbahan PC sudah kalah dalam pertarungan argumen ilmiahnya.

"Itu menunjukkan orang-orang itu sudah kalah di pertarungan ilmiah, sehingga banyak membuat berita-berita hoax. Kami punya kredibilitas," papar dia.

Zainal menyampaikan bahwa para ilmuwan dan akademisi memiliki kredibilitas yang tidak mungkin ada yang meragukan.

"Kami juga sudah sampaikan ke BPOM mengenai BPA, tapi kenapa orang lain yang sama sekali tidak terkait masalah ini yang jadi ribut? Tapi, ya, sekarang dunia kan bisa bebas membuat berita. Toh, masyarakat juga nanti yang akan menilai mana yang benar, mana yang hoax," ungkap Zainal.

Terkait pelabelan BPA, secara scientific tidak perlu dilakukan karena sudah ada jaminan dari BPOM dan Kemenperin bahwa produk-produk AMDK galon aman untuk digunakan.
Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan BPOM juga sudah terbukti bahwa migrasi BPA dalam galon itu masih dalam batas aman atau jauh di bawah ambang batas aman yang sudah ditetapkan BPOM.

Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS-nya yang menandakan bahwa produk itu aman.

Tidak hanya Zainal, ahli teknologi pangan yang juga Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Dedi Fardiaz, juga menyampaikan hal yang sama.

Menurutnya, migrasi dari zat kontak pangan ke produk pangan sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. "Di sana semua jelas sekali dipaparkan," kata dia.

Khusus yang terkait BPA, Dedi mengatakan BPOM telah menetapkan satuan untuk keamanan pangan sama dengan yang lain yang disebut TDI (tolerable daily intake). Di mana, sesuai ketentuan dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 bahwa batas migrasi maksimal BPA adalah sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg).

"BPOM juga telah melakukan pengujian terhadap migrasi BPA terhadap AMDK berbahan PC dan menemukan bahwa hasilnya rendah sekali dibandingkan dengan persyaratan kandungan dalam air. Setelah dihitung ternyata paparannya jauh sekali di bawah batas BPOM. Artinya relatif aman," ujar Dedi, menegaskan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya