Warga Korea Utara Punya Cara Lolos dari Mata-mata Rezim Kim Jong-un

Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un (kacamata).
Sumber :
  • Asia Nikkei Review

VIVA – Warga Korea Utara yang paham akan teknologi dilaporkan berhasil membobol ponsel pintar atau smartphone yang dikendalikan rezim pemerintahan Kim Jong-un dalam upaya mengakses media terlarang yang berasal dari negara lain.

Delegasi Korea Utara Kunjungi Iran, Isu Kerjasama Semakin Kuat

Jailbreak adalah proses mengeksploitasi kelemahan perangkat elektronik yang terkunci untuk menginstal perangkat lunak selain yang disediakan oleh pabrikan, misalnya mendobrak batasan sistem operasi (OS) Apple, iOS, atau Google, Android.

Di Korea Utara, warga dipaksa untuk menggunakan handset buatan sendiri yang mensimulasikan pengalaman smartphone sambil membatasi pengguna ke aplikasi dan propaganda yang disetujui rezim Kim Jong-un.

Waspada Penipuan Kerja Paruh Waktu yang Marak di Shopee

Setiap ponsel pintar dilengkapi dengan aplikasi yang memantau cara penggunaannya, mengambil tangkapan layar secara acak dan menyimpannya di direktori yang tidak dapat dihapus.

Sebuah laporan baru mengungkapkan bagaimana beberapa warga Korea Utara menemukan cara untuk melakukan jailbreak pada perangkat untuk menghindari kontrol sehingga mereka dapat mengakses informasi dari dunia luar.

Geger Seorang Wanita Dilarang Naik Kendaraan Online Gegara Bernama Ini

Dalam laporan tersebut dua pembelot yang melarikan diri dari Korea Utara secara independen menggambarkan metode serupa untuk meretas telepon, menurut situs Daily Mail, Rabu, 4 Mei 2022.

Keberhasilan ini ternyata melibatkan penggunaan aplikasi yang diselundupkan dari China yang akan ditransfer ke telepon setelah menghubungkannya ke komputer melalui USB.

"Jika mengakali smartphone dengan cara yang benar, maka aplikasi dapat ditransfer dan diluncurkan tanpa terdeteksi dan dihapus oleh perangkat lunak keamanan dari ponsel pintar tersebut," demikian menurut laporan.

Setelah berhasil diluncurkan maka aplikasi memiliki akses root yang memberikan kontrol penuh atas seluruh telepon dan kemampuan untuk menambah, memodifikasi atau menghapus file.

Laporan tersebut dibuat oleh Lumen, sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk mendapatkan informasi tanpa sensor kepada warga Korea Utara dan ERNW yang merupakan perusahaan keamanan teknologi informasi (TI).

"Skala peretasan tampaknya masih kecil, tetapi perubahan terbaru pada hukum Korea Utara menunjukkan otoritas nasional melihatnya sebagai masalah serius," bunyi laporan tersebut.

Sementara itu, orang-orang yang ditemukan dengan 'publikasi tidak murni' atau 'program pemblokiran materi propaganda' di smartphone mereka akan menghadapi denda antara 50-100 ribu won Korea Utara atau Rp806 ribu hingga Rp1,6 juta.

Jumlah tersebut 10 kali gaji bulanan resmi yang rata-rata antara 5-10 ribu won atau Rp80-161 ribu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya