Segudang Teknologi Dipakai Freeport Indonesia, Aman dan Efisien

Tambang bawah tanah Freeport Indonesia di Papua.
Sumber :
  • VIVA.co.id / Renne Kawilarang

VIVA Tekno – Meski tambang adalah bisnis konvensional namun tidak membuat PT Freeport Indonesia tidak adaptif terhadap perkembangan teknologi. Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas menyebut bahwa perusahaannya itu 70 persen telah menggunakan cloud atau teknologi awan.

Indonesia Bakal Jadi Basis Produksi Mobil Listrik Canggih

Ia menyebut bahwa perusahaan menerima sekitar satu juta email per hari, 4.000 entry kasus yang dikontrol per hari, 900 CCTV dan 4.700 radio untuk komunikasi, 169 km leeky feeder untuk memperkuat sinyal, 1.000 penguat dua arah di bawah tanah, 40 ribu network device serta 10 ribu tiket untuk pemeliharaan dan perbaikan.

"Ada hampir 10.000 PC yang harus dikelola. 360 server ini kira-kira sekitar 30 persen dari seluruh data yang kita perlukan. Ini semua harus terintegrasi supaya bisa lebih efektif, aman, siap dan of course lebih adaptif," ujarnya, dalam acara Indonesia Digital Confrence pada Sesi Pembahasan Web 3.0 Peluang dan Tantangan Model Bisnis di Era Digital yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Selasa, 22 November 2022.

Freeport Indonesia Setor Rp 3,35 Triliun Bagian Daerah dari Keuntungan Bersih 2023

Grasberg Timika Papua merupakah perusahaan tambang dengan risiko yang sangat tinggi. Keselamatan dan efisiensi akan sangat berpengaruh sehingga harus dilakukan digitalisasi dengan program Advance Digital Technology.

Teknologi dilibatkan dari mulai proses eksplorasi untuk menemukan cadangan bijih, modeling yang juga dilakukan secara digital, metode pengambilan otonomus equipment hingga Internet of Things (IoT) untuk real-time data capture.

Alibaba Cloud Diskon Harga

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas

Photo :
  • YouTube/Kementerian Investasi - BKPM

Perusahaan juga memantau seluruh kegiatan dengan drone dan CCTV. Freeport memiliki sistem digital untuk memantau kendaraan baik kecil maupun besar, yang dibekali dengan chip.

Jaringan IoT di area kerja juga menampung sekitar 200 sensor seismic yang bisa mendeteksi saat terjadi gempa yang sebagian besar dipasang di tambang bawah tanah serta 50 sensor longsor.

"Di samping WiFi dan fiber optik, kita juga melengkapi teknologi dengan jaringan 5G untuk mengendalikan dari jarak jauh. Peralatan tambang bawah tanah memang dikemudikan dari jarak kira-kira 10 km," jelas Tony.

Dengan semua sistem digital yang disebutkan Tony, perusahaan sudah bisa mengendalikan operasional tambang dengan mobile, lewat HP atau pun tablet.

"Mengendalikannya bukan di dalam tambang tapi dikantor yang ruangannya sejuk, tidak pakai helm, tidak memakai sepatu safety, seperti main di Timezone," kata Tony, dalam acara Indonesia Digital Confrence yang dilaksanakan oleh AMSI.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya