Cuma Andalkan 'Technology-centric' Jangan Harap Lolos dari Serangan Siber

Seorang hacker/peretas mencoba membongkar keamanan siber.
Sumber :
  • ANTARA/Shutterstock/am.

VIVA Tekno – Keamanan siber menjadi isu yang sangat krusial di era digital seperti sekarang ini. Ketergantungan terhadap internet dan teknologi digital yang terus meningkat, selaras dengan tingginya risiko terhadap serangan siber.

Waspada Jelang Harbolnas

Oleh karena itu, infrastruktur keamanan tangguh merupakan modal penting dalam melindungi data dan informasi sensitif dari para peretas atau hacker. Risiko serangan siber bisa terjadi kepada siapa saja, baik itu individu, organisasi, bahkan negara.

Data dari World Economic Forum (WEF) dalam Global Risk Report 2024 menjelaskan, serangan siber menempati urutan ke-5 sebagai salah satu risiko global yang menjadi perhatian utama bagi responden pemerintah dan sektor swasta.

Ancaman Siber Jadi Momok di 2025, Publik Khawatirkan Risiko Data Bocor hingga Keamanan Finansial

Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) juga menemukan bahwa jumlah serangan siber di Indonesia mengalami peningkatan, seperti pada 2023 yang mencapai 400 juta serangan dan didominasi malware seperti trojan dan ransomware.

Jadi, solusi keamanan seperti apa yang dibutuhkan untuk melindungi dari serangan siber? Di dalam dunia siber, fokus pada teknologi keamanan semata tidaklah cukup.

Indonesia Nomor 2 Terbanyak Diserang

Ada aspek lainnya yang tidak kalah penting, yaitu 'People', yang mengelola perlu memiliki kesadaran tentang keamanan siber, dan 'Process', yang digunakan untuk tata kelola dalam melaksanakan rencana kesinambungan bisnis (Business Continuity Plan atau BCP).

"Saat ini banyak pihak yang mengandalkan pendekatan keamanan siber berbasis teknologi atau technology-centric dengan asumsi bahwa memasang firewall, EDR (Endpoint Detection and Response), atau WAF (Web Application Firewall) sudah cukup untuk menjamin keamanan siber. Faktanya, pendekatan ini tidak sepenuhnya benar," kata Paulus Miki Resa Gumilang, MSSP Product Manager DTrust, Kamis, 25 Juli 2024.

Menurut dia, selain memperhatikan keamanan siber, perlu juga menekankan pada ketahanan siber (cyber resilience).

Esensinya adalah memastikan bahwa jika terjadi serangan, sistem harus dapat pulih dan beroperasi secara normal dalam waktu singkat.

Insiden Pusat Data Nasional Sementara atau PDNS 2 yang menimpa Kemenkminfo merupakan contoh tragedi keamanan siber yang berdampak pada pelayanan publik.

Oleh karena itu, seluruh sektor baik usaha kecil, menengah, besar, maupun pemerintah, harus mengadopsi paradigma keamanan yang tepat dan menyeluruh, agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Ketahanan siber menjadi sangat penting karena melibatkan manajemen risiko, perencanaan tanggap darurat, backup, dan pemulihan atau recovery.

Prinsipnya menggabungkan pendekatan proaktif dan reaktif dengan kesiapan untuk merespons dan pulih dari serangan secara cepat, sehingga memastikan kegiatan operasional dapat dilanjutkan.

"Masing-masing pengguna wajib memahami perannya dalam pemulihan dari insiden siber. Untuk bisa menghadirkan sistem menyeluruh dan bisa diandalkan, maka keamanan dan ketahanan siber wajib berjalan beriringan," ungkap Paulus.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya