Kenapa Orang Indonesia Enggak Sabar Menunggu Kereta Melintas? Ini Kata Sosiolog

Pengendara sepeda motor menerobos jalur perlintasan kereta saat palang tertutup.
Sumber :
  • Twitter

Jakarta, VIVA – Sejumlah pengendara sepeda motor kerap tidak sabaran menerobos jalur kereta api sekalipun palang pintu perlintasan telah tertutup.

Libur Nataru, KAI Siapkan 52 Kereta Api Tambahan

Bahkan, saat sirine tanda kereta api bakal melintas, para pengendara motor bukan menghentikan lajunya, namun malah terburu-buru untuk sampai ke seberang sebelum kereta tiba.

Perilaku berbahaya yang hingga kini masih lestari itu dapat dilihat melalui video yang diunggah akun X (Twitter) @Pai_C1 berikut ini:

Menhub: Kereta Tanpa Transit Bakal Jadi Alternatif Angkutan Nataru

Dalam video terlihat banyak pengendara sepeda motor yang masih berada di rel kereta api saat palang perlintasan telah tertutup.

Siapkan KA Ekonomi New Generation, KAI: 739.418 Tiket KA Sudah Terjual untuk Libur Nataru

Bahkan, mereka tetap acuh saat perekam video memperingati bahwa kereta sudah terlihat dari kejauhan. “Woy kereta udah keliatan woy, ayo mundur, mundur woy, mundurrr!” teriak perekam video.

Akibat masih banyaknya pengendara yang menumpuk di rel perlintasan, kereta tampak melambatkan lajunya usai menerima kode bendera merah yang dikibarkan petugas perlintasan.

Dilansir dari beberapa sumber, Jumat, 18 Agustus 2024 Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono mengatakan perilaku menerobos perlintasan kereta merupakan cerminan masyarakat perkotaan. Para penerobos lebih mementingkan cepat sampai tujuan, tanpa memikirkan risiko yang mungkin terjadi di perjalanan.

Menurutnya, saat palang perlintasan belum benar-benar tertutup dan jarak kereta masih dianggap aman, para penerobos masih menganggapnya sebagai peluang untuk cepat sampai tujuan.

Secara sosiologis, kata dia, tindakan seperti ini seharusnya dapat dihindari, sebab kereta api memiliki jalur khusus yang tidak dapat diganggu oleh kendaraan apapun.

Sejumlah pengendara melewati perlintasan sebidang rel kereta api di Semarang.

Photo :
  • VIVA/Teguh Joko Sutrisno.

Drajat menyampaikan, penting untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak agar tak saling berbenturan, misalnya dengan membuat alat yang menunjukkan jarak dan waktu kapan kereta akan melintas agar pengendara tak menunggu lama.

Namun, pemerintah bisa juga bisa membagun fasilitas jalan yang terpisah dari rel kereta api seperti membangun jalan layang atau flyover. Dia juga berharap agar palang perlintasan kereta api dibuat dengan kokoh agar tidak mudah diangkat.

Drajat menyebut bahwa lintasan kereta api sejak dahulu tidak banyak berubah dan hanya terdapat di lokasi tertentu. Namun, hal ini tidak bisa jadi pembenaran dan menyalahkan masyarakat yang tak berhati-hati.

Sebab, kata dia, sejak dahulu rel kereta api dibangun di kawasan yang sepi penduduk, berbeda dengan saat ini yang sudah ramai dengan berbagai kegiatan masyarakat.

Untuk memfasilitasi masyarakat, dia menyarankan pemerintah dan PT KAI harus mengevaluasi tata ruang kota serta menyesuaikan dengan kehidupan kota yang lebih nyaman.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya