idEA: Batalkan Pajak Cuma-Cuma e-Commerce

Eksekutif Indonesia e-Commerce Association saat melakukan konferensi pers menanggapi draft RPP e-Commerce Kementerian Perdagangan.
Sumber :
  • Viva.co.id/Agus Tri Haryanto

VIVA.co.id - Pendiri Tokopedia William Tanuwijaya memberikan pandangannya terhadap rencana pemerintah mengenakan pajak cuma-cuma terhadap beberapa model bisnis e-commerce. Sebagai pelaku di industri e-commerce, William mengatakan perusahaannya sudah dan selalu mentaati ketentutan pajak yang berlaku.

Meski demikian, William mengungkapkan, selama ini sebagai salah satu pelopor di industri e-commerce, Tokopedia dan pelaku industri lainnya sebenarnya tidak pernah meminta adanya insentif pajak.

Jika ada aturan pajak, kata dia, maka sebaiknya aturan tersebut tidak sampai membunuh model bisnis tertentu yang sangat dinamis di industri internet. Ia berharap aturan itu memberikan ruang inovasi bagi pemain lokal agar mereka mampu bersaing di era internet yang tanpa batas dan global.

"Dengan harapan ke depannya, Indonesia tidak hanya menjadi negara pasar. Namun mampu mengambil peran dalam potensi ekonomi digital yang ditargetkan pemerintah pada tahun 2020," ujar William dalam keterangan tertulisnya, Selasa 12 April 2016.

William yang juga menjabat sebagai salah satu Dewan Pengawas Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) mengemukakan selama ini masyarakat sudah teredukasi bahwa internet adalah sesuatu yang gratis. Mulai dari informasi di Google, mengunduh dan bermain game di Android atau iOS, membaca berita di berbagai situs, berkomunikasi lewat chat platform, hingga listing produk atau transaksi di media sosial.

"Tentunya jika para pemain lokal ingin bersaing dengan para pemain global, mereka juga harus mampu menawarkan produk yang dipersepsikan gratis oleh pengguna internet Indonesia dan menemukan model bisnis lainnya untuk bertahan. Misalnya, dengan menyediakan premium listing (iklan berbayar) atau opsi berlangganan kepada pengguna premium di samping listing gratis," lanjut William.

Opsi berbayar itulah yang menjadi penghasilan dari platform. Nantinya sebagai perusahaan taat pajak, seluruh penghasilan tersebut wajib, sudah, dan akan terus dibayarkan pajaknya oleh para platform seperti iklan baris maupun marketplace.

William menjelaskan, jika iklan gratis pun akan dikenakan pajak, maka tidak ada ruang untuk pemain lokal agar dapat bertumbuh dan bersaing dengan pemain global sejak hari pertama layanan lokal diluncurkan.

Kemudian, para pemain industri hanya berharap adanya level playing field (aturan yang setara). Diharapkan aturan pajak yang diterapkan tidak membunuh model bisnis yang sudah dibangun bertahun-tahun dengan modal yang tidak sedikit. Selama ini para pemain industri sudah bahu-membahu membangun industri lewat upaya masing-masing dan berhasil menyerap jutaan lapangan pekerjaan baru secara tidak langsung, lewat pertumbuhan industri kurir, logistik, dan produksi domestik.

“Asosiasi E-Commerce Indonesia menuntut agar rencana pengenaan PPN cuma-cuma ini dibatalkan. Apabila ini diberlakukan, maka akan membunuh kreativitas para pemain baru, yang notabena diwajibkan untuk memberlakukan charge kepada semua bentuk layanan sejak hari pertama beroperasi," kata Ketua Umum idEA, Daniel Tumiwa. (ren)

E-Commerce 'Bonek' Berambisi Taklukkan Ibu Kota
Pengguna smartphone

Empat Alasan Bisnis E-Commerce RI Terbesar di Asia

Indonesia memiliki jumlah pengguna smartphone terbesar di Asia.

img_title
VIVA.co.id
6 Agustus 2016