VIDEO: Tato Pintar Ini Deteksi Kesehatan Secara Real Time

Tato deteksi kesehatan manusia
Sumber :
  • www.sciencealert.com

VIVA.co.id – Peneliti dari Institut Teknologi Massachusetts atau MIT dan Harvard Medical School di Amerika Serikat bekerja sama menciptakan DermalAbyss, proyek yang menggantikan tinta tato tradisional dengan biosensor. DermalAbyss mampu merespons pH atau derajat keasaman, sodium, dan kadar gula darah pada manusia dengan mengubah warna tatonya.

Warga Jaksel Ramai-ramai Hapus Tato, Alasannya Malu Sama Anak

Penelitian ini merupakan kali keduanya MIT memanfaatkan tato pintar, setelah konsep DuoSkin yang booming pada tahun lalu. Salah seorang peneliti dari Harvard Medical School, Ali Yetisen, mengemukakan, penemuan ini adalah bagian dari penciptaan sensor berbasis tato.

"Ini adalah demonstrasi pertama dari sensor berbasis tato. Kami ingin merancang sebuah sistem yang bisa mengatasi tantangan (kesehatan) dengan sistem yang dapat dipakai," ungkap Ali, yang dikutip dari laman CNET, Jumat 16 Juni 2017.

Ada Cristiano Ronaldo, Ini 5 Bintang Sepakbola yang Tidak Memiliki Tato

Tato ini dianggap berguna bagi penyandang diabetest, sebab biasanya mereka menghadapi tantangan karena harus menguji kadar gula darah. Caranya yakni dengan menusuk kulit beberapa kali sehari. Tapi dengan DermalAbyss, mereka hanya perlu mengamati tato mereka, selayaknya kebanyakan orang bertato pada umumnya.

Ali menyebutkan, tingkat gula darah yang lebih tinggi akan ditunjukkan dengan perubahan warna, yaitu dari biru ke coklat. Kemampuan tato tidak berhenti sampai di situ. Masalah kesehatan yang lebih umum, seperti dehidrasi, juga dapat dipantau melalui tinta pengenal sodium.

BAZNAS Berikan Layanan Gratis Hapus Tato Selama Bulan Ramadhan, Minat?

Tinta ini bekerja dengan mengubah warna hijau yang lebih intens (di bawah sinar ultraviolet) saat kadar garam meningkat. Di dalam tinta tersebut juga terkandung sensor pH yang juga mampu menyala di bawah sinar Matahari. Sedangkan sensor pH kedua, mampu mendeteksi pergeseran tingkat alkali dengan mengubah dari ungu menjadi merah muda.

Biosensor ini terbukti berfungsi dengan sukses diuji pada bagian kulit babi yang brada di luar jaringan atau ‘ex vivo’. Namun tim peneliti menekankan bahwa beberapa keterbatasan perlu ditangani sepenuhnya sebelum menguji konsep tersebut pada makhluk hidup, termasuk memperluas kisaran warna dan intensitas untuk memastikan informasi resolusi yang lebih tinggi.

"Ada banyak langkah dalam pengembangan proyek ini.Langkah selanjutnya harus menggunakan eksperimen ex vivo lebih banyak, lalu pada hewan, dan sebagai langkah terakhir pada manusia," kata peneliti MIT, Katia Vega.

Meskipun belum ada rencana untuk mengembangkan DermalAbyss menjadi produk resmi, peneliti MIT dan Harvard ini berharap, proyek DermalAbyss akan mendorong dukungan publik dan menyalakan imajinasi bioteknologi.

"Kami membayangkan teknologi ini akan membuka langkah baru dalam pengembangan sensor real-time dan akan melampaui kemampuan yang dapat dipakai," ujar Ali. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya