Perketat Aturan Beli Nomor Seluler untuk Redam Hoax

Chairman CISSReC, Pratama Persadha.
Sumber :
  • CISSReC

VIVA.co.id – Publik dikagetkan dengan penangkapan sindikat penyebar hoax, Saracen. Tren hoax sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun di seluruh dunia. Bahkan pada pemilu presiden AS 2016, masyarakat AS dihantam bertubi-tubi soal hoax. Media penyampaian hoax di seluruh dunia hampir sama, lewat media sosial dan pesan instan.

Anti-Islam Meningkat Pesat di India Gegara Ini

Penangkapan tim Saracen mengonfirmasi, ada sekelompok orang yang memang menjadikan isu SARA di media sosial sebagai barang jualan mereka. Sebelumnya pada akhir 2014 akun Twitter TrioMacan yang legendaris dengan berbagai isu berhasil dibekuk tim adminnya dan menjadi salah satu berita yang paling hangat saat itu.

Menanggapi terbongkarnya Saracen, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 26 Agustus 2017, pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, media sosial dan aplikasi messaging seperti WhatsApp menjadi lokasi favorit para penyebar konten hoax.

Ujaran Kebencian Terhadap Muslim di India Meningkat 62 Persen, Ini Pemicunya

Karena memang saat ini pemakainya di Tanah Air sudah sangat banyak. Pemakai internet di Indonesia sudah lebih dari 132 juta orang, pemakai layanan Google sudah lebih dari 100 juta orang, sedangkan pemakai Facebook dan WhatsApp sudah lebih dari 80 juta orang, tentu ini menjadi peluang bagi mereka.

“Dengan bantuan teknologi membuat konten hoax ini menjadi sangat cepat dan tepat sasaran. Para pelaku bisa melakukan pengelompokan dengan mudah pada grup WA maupun Grup FB yang mereka buat, dibuat berdasarkan agama, daerah, suku bahkan pengkotakan sesuai sasaran para pelaku ini,” tutur Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) itu.

GP Ansor Bubarkan Pengajian Syafiq Basalamah, Tere Liye Semprot PBNU: Jangan Dikit-dikit Keberatan

Pratama menuturkan, langkah penangkapan oleh Polri sudah bagus dan patut diapresiasi. Namun lebih baik lagi bila pemerintah bisa mencegah dengan menegakkan aturan pembelian nomor seluler baru secara lebih tegas.

“Di Indonesia setiap orang bisa dengan bebas membeli nomor baru, padahal nomor seluler adalah syarat untuk membuat email dan media sosial, termasuk instant messaging seperti WhatsApp dan Telegram. Ini pintu masuknya, di banyak negara aturan pembelian nomor baru ini disertai identitas, tidak hanya registrasi yang asal-asalan,” kata mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.

Pratama menjelaskan, pemerintah seharusnya bisa memberlakukan pembelian nomor seluler harus diikuti dengan informasi e-KTP. Ada batas yang jelas untuk pembelian, sehingga setiap nomor aktif yang teregistrasi dengan e-KTP. Ini jelas akan mempersulit para pelaku untuk melakukan ‘ternak akun’.

“Tanpa keleluasaan untuk ternak akun. Ini jelas akan mempersulit para pemain layanan konten hoax untuk bergerak,” tutur pria asal Cepu, Jawa Tengah ini.

Pemerintah juga bisa dengan tegas kepada penyedia layanan media sosial untuk melakukan filter konten. Hal yang sama sudah dilakukan Telegram sebagai syarat membuka blokir di Indonesia. Bila masih banyak konten hoax bermunculan di sebuah media sosial, ada baiknya pemerintah memberikan peringatan, agar konten negatif tersebut bisa berangsur berkurang dan hilang.

Terkait dugaan pemesan yang isunya banyak dari kalangan politikus, Pratama mengimbau masyarakat menunggu hasil pihak berwajib untuk mengusut lebih lanjut. Pratama mengatakan, masyarakat Indonesia pada umumnya baru benar-benar bermedia sosial langsung dalam smartphone sekitar 5 tahun terakhir. Mulai ramai ke ranah politik sejak 2012. Satu kelompok mempunyai tim sendiri, kelompok lain pun demikian.

“Beberapa pihak melihat peluang ini, mengapa tidak terus diramaikan saja, meski kontestasi Pemilu sudah berakhir. Korbannya jelas masyarakat. Karena itu pemerintah selain bertindak tegas lewat pendekatan hukum oleh aparat, sebaiknya juga menertibkan penjualan nomor seluler, di sana kuncinya,” kata Pratama.

Masyarakat pun juga harus diedukasi sedari dini, agar menjadi warganet yang baik. Pemerintah harus mendorong warganet Tanah Air sibuk menghasilkan konten positif.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya