- PhoneWorld
VIVA – Sesi pemesanan smartphone Oppo F9 yang ditutup Kamis, 30 Agustus kemarin, menunjukkan hasil yang memuaskan. Public Relations Manager OPPO Indonesia, Aryo Meidianto menuturkan, vendor smartphone asal China itu melakukan dua kali periode pemesanan, dengan angka penjualan 30 persen lebih banyak dari Oppo F7.
"Pertama, tanggal 16-23 Agustus melalui e-commerce Shopee. Kedua, tanggal 23-30 Agustus kemarin, dan itu melalui seluruh jaringan penjualan Oppo," kata Aryo di Jakarta, Jumat, 31 Agustus 2018.
Ia melanjutkan, setelah periode preorder habis waktu, konsumen bisa membeli Oppo F9 di seluruh jaringan penjualan, baik offline maupun online. Aryo memperkirakan naiknya angka penjualan F9 karena Oppo menyematkan teknologi VOOC flash charging untuk pengisian cepat, dan harganya yang terjangkau sekitar Rp4,3 juta.
"Ini menjadikan ponsel pertama dengan harga Rp4 jutaan yang memakai teknologi pengisian cepat. Sebelumnya, teknologi ini hanya hadir di perangkat kelas atas Oppo seperti Find 7, N3, R5, F1 Plus, F3 Plus, dan yang terbaru Find X," tegas dia.
Dengan VOOC Flash Charging, Aryo mengaku hanya membutuhkan lima menit charger untuk kemampuan menelepon selama dua jam. Apabila ingin mendengarkan musik 3 jam, maka bisa mengisi daya selama 15 menit. Adapun, charger ponsel 20 menit untuk menonton video yang lamanya 3 jam.
Pada bagian layar, notch atau poni juga tampak lebih kecil yang dinamakan Waterdrop Fullscreen. Aryo memprediksi kalau desain ini akan menjadi tren untuk smartphone ke depannya sebagai cara mendapatkan rasio layar yang lebih besar.
Ukuran layar Oppo F9 yang sebesar 6,3 inchi tersebut memiliki desain Waterdrop Screen dengan rasio layarnya mencapai 90,8 persen dengan tampilan luas dan memberikan pengalaman baru saat bermain game maupun menikmati tontonan multimedia.
Banyak Pasien Berobat ke Luar Negeri, Rumah Sakit di Indonesia Kini Dibuat Layaknya Hotel Bintang 5
Banyak pasien Indonesia yang akhirnya lebih memilih untuk berobat ke rumah sakit luar negeri. Bahkan Jokowi mengungkap, Indonesia kehilangan devisa hingga Rp170 triliun.
