Startup Banyak Antre, Permudah Izin Fintech di OJK dan BI

Ilustrasi startup.
Sumber :
  • www.pixabay.com/ngecphuc1404

VIVA – Gerakan Nasional Non Tunai atau GNTT yang diluncurkan pada 2014 membuka iklim bagus bagi pelaku perusahaan rintisan (startup). Banyak startup yang antre masuk ke industri teknologi finansial di tanah air.

Pemerintah Kantongi Rp 22,179 Triliun dari Pajak Digital

Namun sayangnya, potensi terjunnya startup itu tak diimbangi dengan kemudahan perizinan pada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. 

Direktur Eksekutif Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech), Ajisatria Suleiman mengakui banyak perusahaan yang ingin terjun ke bisnis teknologi finansial (fintech). Dengan model bisnis berbeda-beda, mereka pun ingin mengurus izin beroperasi legal di Tanah Air.

Detik-detik Roket Space One Meledak di Udara Setelah 5 Detik Diluncurkan

"Ada yang butuh izin BI, ada yang butuh izin OJK, dan ada juga yang harus lapor Kominfo. Tergantung bisnisnya," jelas Aji dalam keterangannya, Jumat 23 Maret 2018.

Dalam pengurusan izin, Aji mengakui ada perbedaan antar regulator. Menurutnya, OJK lebih mudah dibanding dengan Bank Indonesia. OJK, kata dia, selama ini lebih mendahulukan perizinan dan melihat operasional perusahaan selama satu tahun berjalan. Jika dalam perjalanannya perusahaan tersebut tak baik, maka izinnya akan dicabut. Skema ini dianggap cocok bagi para pelaku startup yang sedang merintis bisnis.

Telkomsel Berburu Startup

"Sementara di BI itu pre audit. Jadi diaudit dulu perusahaan dan itu kan lama, akhirnya perusahaan juga tidak bisa berjalan. Kasihan perusahaan tidak bisa berjalan selama proses audit, itu lama. Kalau di OJK jalan dulu, sekaligus diaudit dan diberi waktu misalnya satu tahun," katanya. 

Ilustrasi startup.

Aji menyebutkan, beberapa perusahaan fintech yang harus mengurus izin ke BI adalah yang bergerak di bidang e-money, e-wallet, sistem pembayaran dan lainnya. Semuanya itu harus melewati beberapa tahap perizinan di bank sentral.

"Memang peer to peer landing yang izinnya ke OJK lebih mudah dan sekarang sudah ada sekitar 40 mendapat izin. Mungkin BI ada pertimbangan lain seperti makroprudensial, sistem pembayaran dan lainnya," jelasnya.

Dia berharap, ke depan BI maupun OJk bisa memberi solusi supaya perusahaan fintech ini tidak kesulitan mendapatkan perizinan. Dan menjalankan skema yang dijalankan OJK.

"Sistem seperti OJK. Artinya, apply, beri saja dulu izin, beri waktu satu tahun apa kredibel atau tidak. Kalau tidak cabut izin saja," tegasnya.

Era digital yang tumbuh begitu pesat di Indonesia mampu mengubah gaya hidup masyarakat dari penggunaan uang tunai menuju cashless society. Perubahan sistem pembayaran digital ini juga sejalan dengan langkah Bank Indonesia lewat GNNT.

Berdasarkan data bank sentral, rata-rata nilai transaksi harian pengguna uang elektronik sepanjang 2017 mencapai Rp60 miliar, atau naik 120 persen dibandingkan periode sama 2016 yang hanya mencapai Rp27,7 miliar. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya