Zuckerberg Sudah Minta Maaf, Bagaimana Facebook Indonesia?

CEO Facebook, Mark Zuckerberg.
Sumber :
  • REUTERS/Leah Millis

VIVA – Pendiri dan Kepala Eksekutif Facebook Mark Zuckerberg menyampaikan permintaan maaf tertulis kepada Kongres Amerika Serikat, di Washington DC, atas skandal bocornya 87 juta data pengguna, Senin, 9 April waktu setempat atau Selasa 10 April WIB.

Puluhan Pelaku Kejahatan Diciduk Polres Depok, 2 di Antaranya Tega Bacok Korban

Ia menyesal karena mengizinkan aplikasi pihak ketiga mengambil data dari para pengguna Facebook tanpa izin mereka.

Sementara di Indonesia, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat akan memanggil Country Head Facebook Indonesia Sri Widowati dan jajarannya untuk Rapat Dengar Pendapat pada Rabu siang, 11 April besok.

Duduk Perkara 2 WNI Ditangkap Polisi Korsel Usai Dituduh Curi Teknologi Jet Tempur KF 21

sorot facebook - Kantor Facebook Indonesia.

Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais, tindakan yang akan diberlakukan kepada Facebook menunggu hasil RDP yang dilakukan bersama Komisi I, termasuk jika memungkinkan, opsi memblokir platform milik Mark Zuckerberg itu.

Viral, Mark Zuckerberg Ungkap Kepincut dengan Buku Tokoh Pemikir Islam Ini

"Kita dorong pemerintah untuk punya sikap tegas terkait dengan Facebook ini," ujarnya.

Mungkinkah jajaran manajemen Facebook Indonesia akan mengakui kesalahannya dan meminta maaf, seperti yang dilakukan Zuckerberg?

Etika

Ketua Cyber Law Universitas Padjajaran, Shinta Dewi mengatakan, secara etika, Facebook harus meminta maaf. Menurut dia, ada beberapa masalah utama yang harus diselesaikan.

"Jadi, minta maaf saja tidak cukup. Facebook harus memperbaiki pengelolaan data pribadi, baik melalui pengguna maupun pihak ketiga. Beberapa tahun lalu Facebook dituntut oleh Pengadilan Prancis tentang privacy policy yang harus diubah. Di sinilah bigger picture-nya," kata dia kepada VIVA, Selasa, 10 April 2018.

Facebook.

Shinta kemudian memberi contoh Uni Eropa dan Amerika Serikat. Menurutnya, karena Uni Eropa merupakan kawasan terintegrasi, maka perlindungan privasi dan data pribadi diatur oleh kebijakan yang bersifat supranasional dalam bentuk the EU Data Protection Directive.

Sementara itu, konsep dasar perlindungan data pribadi pertama kali muncul pada 1960-an yang dilanjut pada 1970 oleh Jerman. Negara ini yang pertama memberlakukan peraturan tentang perlindungan data yang diikuti oleh Swedia tiga tahun kemudian serta Prancis pada 1978.

"EU itu strict (sangat ketat) ya. Aturannya dibagi-bagi ada pengendali dan pemroses data. Pihak ketiga juga ada. Itu dibagi-bagi supaya semua bertanggung jawab," ujarnya menjelaskan.

Adapun AS, Shinta menuturkan, tidak mengatur secara khusus karena diatur langsung oleh industri atau perusahaan. “Itu kode etiknya. Mereka (perusahaan atau industri) hanya mengatur hak privasi saja. Itu kuat di Amerika.” (mus) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya