Soal Tarif, Grab Tak Bisa Seenaknya

Kantor Uber dan Grab di Singapura.
Sumber :
  • REUTERS/Edgar Su

VIVA – Pemerintah Malaysia menegaskan bahwa tarif seluruh perusahaan aplikasi berbasis transportasi seperti Grab harus sama dengan taksi konvensional. Hal ini diungkapkan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Abdul Razak, seperti dikutip Bernama, Selasa, 17 April 2018.

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp 100 Juta Ditangkap saat Tidur Pulas

Artinya, aturan baru tersebut mengatur seluruh angkutan transportasi, baik berbasis aplikasi ataupun konvensional, akan memiliki hak dan kewajiban yang sama.

“Saya menyadari bahwa pengemudi taksi (konvensional) menghadapi banyak rintangan dan tantangan. Saya juga sadar bahwa pendapatan pengemudi taksi agak terpengaruh dengan keberadaan layanan transportasi e-hailing (berbagi tumpangan) di negara kita. Mereka (transportasi online) meminta sesuatu yang tidak bisa kami penuhi. Kami harus intervensi untuk melindungi 'periuk nasi' para sopir taksi," kata Najib Razak.

Viral Curhat Penumpang Dipaksa Transfer Uang Rp100 Juta oleh Driver Taksi Online

Grab driver

Ia mengatakan aturan baru ini sudah disampaikan oleh Pejabat Tinggi di bawah Perdana Menteri Datuk Seri Nancy Shukri dan Komisi Angkutan Umum Darat (SPAD), serta sudah disetujui oleh Kabinet pada Jumat, 6 April kemarin.

Rencana Merger dengan Gojek dan Grab Bakal Terealisasi? GOTO Buka Suara

Dengan demikian Grab harus menjalani sejumlah tes evaluasi seperti latar belakang perusahaan, keselamatan berkendara atau safety riding, kesehatan dan pelatihan mitra pengemudi, serta kelaikan kendaraan.

Putusan baru ini juga sejalan dengan amandemen Undang-Undang Transportasi Umum Darat 2010 dan Undang-Undang Lisensi Kendaraan Komersial 1987. Melalui amandemen ini, setiap pengemudi taksi online wajib memiliki lisensi.

Grab Akuisisi Uber.

Hal ini diterapkan untuk meminimalisasi risiko keamanan yang akan muncul akibat taksi tak berizin. Seperti diketahui, akuisisi Uber oleh Grab pada akhir Maret lalu ditentang oleh tiga negara di Asia Tenggara.

Ketiganya adalah Filipina, Singapura dan Malaysia. Mereka khawatir aksi korporasi ini menimbulkan monopoli di sektor transportasi publik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya