Fintech Itu 'Uncharted Waters', Belum Tahu Tahan Krisis Apa Enggak

Ilustrasi transaksi nontunai.
Sumber :
  • REUTERS/Matt Siegel/File Photo

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan mencatat bahwa per Agustus 2018 terdapat 64 perusahaan teknologi berbasis keuangan (financial technology/fintech) yang resmi terdaftar dan mendapatkan izin.

Kementan Dorong Pembentukan Koperasi Guna Bantu Petani Banyuasin Kembangkan Usaha

Di tengah maraknya industri ini membuat masyarakat membutuhkan edukasi lebih untuk mengenal bisnis yang dikategorikan masih baru di Indonesia. Salah satunya peer-to-peer (P2P) lending atau platform pinjaman langsung tunai.

Apalagi, industri ini terus menunjukkan dukungannya terhadap layanan keuangan nontunai di Indonesia. Penyaluran kredit melalui P2P lending mencapai Rp7,42 triliun dengan rata-rata jumlah pemberi pinjaman yang mencapai 123 ribu investor dengan 1 juta penerima pinjaman atau borrower.

Dorong Ekspor UMKM, Bea Cukai Jalin Kolaborasi dengan Pemerintah Daerah

Chairman Multi Inti Sarana Group, Tedy Agustiansjah, mengakui jika euforia fintech sangat luar biasa. Akan tetapi, ia mengingatkan kalau bisnis ini masih uncharted waters.

"Artinya, 'makhluk' baru yang belum dites ketangguhannya melalui krisis," kata dia kepada VIVA, Senin, 3 September 2018.

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

Pakto 88

Tedy mencontohkan booming perbankan pada 1988 melalui Paket Kebijakan 27 Oktober atau Pakto 88. Kebijakan ini membabat habis aturan yang menyulitkan pendirian bank umum dan perkreditan rakyat (BPR).

Untuk bank umum, cukup dengan modal disetor minimum Rp10 miliar dan BPR minimum Rp50 juta. Begitu pula dengan fintech yang harus memiliki modal disetor minimum Rp2 miliar, berdasarkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan.

"Dahulu ada Pakto 88. Nah, fintech ini kurang lebih sama. Bagaimana dengan mudahnya orang membuat aplikasi, menyimpan dana dan memberikan kredit mikro melalui aplikasi. Mikro pula. Tapi belum tahu tingkat ketahanannya sampai mana. Kalau bank, kan, ada stress test," tegas dia.

Karena itulah, potensi dan kekuatan koperasi yang bersumber dari anggota-anggotanya bisa menjadikan kokoh dalam menghadapi gejolak ekonomi. Sebab, jiwa gotong-royong yang ada di tubuh koperasi menjadi motor utama penggerak usaha.

Zaman now

“Tentu, didukung social capital, manajemen yang profesional, serta inovasi di era digital akan membuat koperasi menempati posisi strategis dalam pembangunan ekonomi," paparnya.

Teknologi digital dan internet of things (IoT), menurut Tedy, yang ditawarkan kepada dunia usaha saat ini dapat dimanfaatkan oleh koperasi sebagai alat untuk efisiensi pelayanan koperasi kepada anggota.

"Koperasi zaman now adalah koperasi yang dapat menggunakan sarana teknologi informasi tersebut dengan bijak dan semata-mata untuk memberikan manfaat yang lebih baik kepada anggota koperasi," ungkap dia.

Sekretaris Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Meliadi Sembiring menambahkan, jumlah wirausaha di Indonesia kini tercatat sekitar 3,1 persen dari total penduduk atau sekitar 8,06 juta jiwa. Adapun kontribusi koperasi terhadap PDB nasional sebesar 4,48 persen.

Koperasi dalam konteks kekinian bukan lagi badan usaha kelas bawah. Dengan demikian, keberadaan Pracico Journalistic Award 2018 bisa menjadi trigger dalam memberitakan bahwa koperasi adalah masa depan ekonomi Indonesia.

Pracico salah satu bagian dari anak usaha Multi Inti Sarana Group yang bergerak di bidang koperasi. Ada dua jenis usaha yaitu Pracico Inti Sejahtera (PIS) dan Pracico Inti Utama (PIU), di mana keduanya bergerak di bidang koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya