Dampak Unicorn Dikuasai Asing, Berkaca pada Gojek

Lobi kantor Gojek.
Sumber :
  • Dokumen Gojek

VIVA – Layanan aplikasi online berbasis transportasi, Gojek, diketahui sebagian sahamnya dimiliki investor asing. Kini, satu dari empat unicorn Indonesia tersebut dinilai tidak melindungi mitra pengemudi atau driver ketika beroperasi lantaran ketiadaan aturan.

GoTo Rugi Rp 90 Triliun pada 2023, Manajemen Ungkap Penyebabnya

Pengamat transportasi, Djoko Setjowarno menyebut, sebelumnya driver Gojek masih mendapatkan bonus yang cukup besar, dengan pendapatan berkisar antara Rp8 juta sampai Rp12 juta per bulan. Hal ini, kata dia, terjadi pada tahun lalu ketika sebagian saham mereka belum dimiliki asing.

"Sistem aplikasi tidak diawasi, apalagi diaudit oleh lembaga yang berwenang. Pemerintah sangat terlambat mengantisipasi. Mereka tidak menentukan arah yang jelas. Ditambah lagi masing-masing instansi, baik kementerian maupun lembaga, jalan sendiri-sendiri," kata Djoko, dalam keterangannya, Senin, 18 Februari 2019.

Soal Rencana Buyback Saham, Dirut Goto Kedepankan Prinsip Kehati-hatian

Sekadar informasi, unicorn merupakan gelar yang diberikan pada startup yang memiliki nilai valuasi US$1 miliar atau sekira Rp14 triliun. Selain Gojek, tiga unicorn yang dimiliki Indonesia adalah Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka.

Djoko menambahkan, saat ini driver yang ingin mendapatkan Rp4 juta per bulan harus bekerja hingga 12 jam per hari. Terlebih, lanjut dia, aplikator tidak lagi memberikan mereka bonus yang besar.

Goto Dapat Komisi dari TikTok Shop-Tokopedia per 1 Februari 2024

"Setelah sebagian sahamnya dimiliki asing, tentu target keuntungan harus dipenuhi. Driver jadi kurang diperhatikan padahal mereka yang bekerja menarik penumpang," jelasnya.

Untuk mengantisipasi masalah ini Kementerian Perhubungan telah membuat Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (RPM) yang pada intinya mengatur keselamatan, biaya jasa, suspend atau penangguhan sementara, dan kemitraan.

Namun, perlu diketahui, RPM tidak bisa berdiri sendiri dalam upaya melindungi driver dan konsumen transportasi online. Menurutnya RPM juga perlu dukungan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi, yang mana mereka dapat menerbitkan peraturan untuk mengawasi dan mengaudit aplikasi yang digunakan perusahaan.

"Perlu juga peran dari Kementerian Tenaga Kerja untuk mengatur hubungan kemitraan antara pemilik aplikasi dengan driver ojek," tegas Djoko.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya