Indonesia Kekurangan Startup Bioteknologi

Ilustrasi laboratorium.
Sumber :
  • Freepik/pressfoto

VIVA – Dalam hal teknologi, Indonesia tidak kalah dari negara maju lainnya. Terbukti, banyak perangkat canggih yang sudah bisa diproduksi secara lokal, mulai dari ponsel hingga mobil.

Angin Segar untuk Startup Pemula

Demikian pula dengan jenis teknologi lainnya, termasuk bioteknologi yang berupa pemanfaatan makhluk hidup seperti mikroorganisme dan tumbuhan atau produk yang mereka hasilkan, untuk memberikan keuntungan bagi manusia.

Sayangnya, belum banyak konsumen Indonesia yang sadar akan potensi produk bioteknologi sehingga permintaan di dalam negeri masih sangat rendah. Hal itu diungkapkan oleh Mario D Bani dari Fakultas Bioteknologi Indonesia International Institute for Life Sciences.

Kunjungi Station F di Paris, Anindya Bakrie Ungkap Rencana Bangun Kampus Startup di IKN

Startup bioteknologi pun masih belum banyak dikembangkan di Indonesia, sehingga justru Singapura yang selalu mendapatkan tempat pertama sebagai lokasi pengembangan bioteknologi di Asia Tenggara,” ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip VIVA Tekno Sabtu 30 Oktober 2021.

Bioteknologi

Photo :
Startup Kripto Ini sedang Bahagia

Mario menjelaskan, bioteknologi menjadi solusi permasalahan lingkungan, yang terjadi saat ini dan berpotensi menjadi besar untuk kehidupan generasi mendatang.

Sebagai contoh, pada 2016 ilmuwan dari Jepang mempublikasikan penemuan bakteri Ideonella sakaiensis yang didapatkan dari lokasi pengolahan sampah plastik di Osaka. Bakteri ini telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang banyak ditemukan materi plastik.

I sakaiensis mampu mengurai  polyethylene terephthalate atau PET, salah satu unit kimia yang digunakan dalam memproduksi botol plastik. Bayangkan jika kita dapat memanfaatkan kemampuan bakteri ini untuk menguraikan sampah plastik, yang semakin menjadi permasalahan besar saat ini,” tuturnya.

Contoh lainnya dari penerapan bioteknologi, kata Mario yakni memanfaatkan tumbuhan untuk mengambil mineral tertentu, seperti kobalt, nikel, dan besi dari perut bumi tanpa perlu membuat lubang besar menganga di tanah. Hal ini sudah mulai diteliti secara lebih mendalam oleh ilmuwan di Australia.

“Bayangkan, jika ada tumbuhan atau mikroorganisme asli Indonesia yang mampu mengekstraksi emas, tembaga, atau nikel dari dalam tanah tanpa perlu membuka lokasi tambang baru,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya