Melihat Masa Depan Indonesia dari Laboratorium Huawei

Laboratorium Huawei di Shenzen, China.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Amal Nur Ngazis

VIVA – Gadis berhijab asal Mojokerto Jawa Timur, Elsanyn Dhecma Dhalih Cahaya Faatira, tak menyia-nyiakan waktunya menjelang masa akhir studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 

Huawei Band 9: Layar Mirip Smartwatch, Harga Cuma Setengah Juta

Mahasiswi semester 7 jurusan Networking Engineering UGM itu mengikuti Program Teropong Masa Depan (Seeds for the Future) Indonesia yang diselenggarakan oleh Huawei di Shenzen, China.

Pertama kali berkunjung ke kantor pusat Huawei, Elsa makin penasaran pengetahuan teknologi informasi di masa depan. Malah dia terlihat begitu tak sabar kembali ke Indonesia untuk membagikan pengalamannya menimba teknologi terkini untuk masa depan Indonesia di kantor Huawei.

Jokowi Minta Bos Apple Bantu Pengembangan Smart City di IKN

Dalam Program Seeds for the Future tersebut, Elsa mendapatkan beberapa ilmu mulai dari pengembangan jaringan 3G sampai 5G, cloud
computing sampai Internet of Things (IoT).

Elsanyn Dhecma Dhalih Cahaya Faatira

Duel Xiaomi dan Huawei Memanas di Ranah Mobil Listrik

Untuk pengembangan jaringan, Elsa bersama sembilan mahasiswa Indonesia lainnya dari berbagai kampus mendapatkan ilmu bagaimana pengembangan dan pembangunan jaringan 3G sampai 5G dari awal sampai akhir, dari 'daleman' sampai penerapan.

"Di sini saya pokoknya belajar teknologi itu dari biji sampai kulitnya," kata Elsa kepada VIVA di Shenzen, China, Rabu 5 September 2018.

Wajah smart city

Dari teknologi yang dimiliki Huawei, Elsa dan mahasiswa Indonesia lainnya mengaku sampai tahu bagaimana implementasi IoT.

Mahasiswi yang suka dengan hal yang berbau teknologi itu menuturkan, dengan menguliti IoT milik Huawei, dia makin paham bagaimana pemanfaatan algoritma teknologi itu untuk pengembangan smart home dan smart city di Indonesia.

"Dari situ saya jadi tahu bagaimana nanti wajah smart city ke depan di Indonesia," ujarnya. 

Elsa menilai, teknologi IoT hanya soal waktu untuk berkembang di Indonesia seperti halnya terjadi di China. Sebab solusi teknologi ini punya benefit akan memudahkan pengguna dalam aktivitas kesehariannya.

"Teknologi IoT sesuai dengan kultur kita yang suka pada hal yang praktis. Ini jadi nilai yang efektif bagi kita. Misalnya Indonesia kan terkenal macet, maka smart car dan smart city bisa mengurangi kemacetan itu," jelas dia.

Setelah mengintip teknologi cloud computing milik Huawei, Elsa mengatakan, solusi semacam ini cocok untuk menyelesaikan berbagai masalah di Indonesia. Pemerintahan menurutnya cocok memakai solusi komputasi awan ini, dalam bentuk e-government.

Dengan solusi itu, problem geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau bisa teratasi. Koneksi dan kebutuhan penyimpanan data bisa mulus.

"e-Government penting bagi Indonesia," tuturnya.

Internet of Things untuk kesehatan

Mahasiswa Indonesia lain yang ikut program Huawei tersebut, Gede Aditya Pratama mengaku makin terbuka wawasannya dengan berkunjung ke dapur teknologi Huawei. Malah dia mengatakan, mendapat ragam inspirasi baru untuk dijadikan sebagai karya akhir kuliahnya.

Adit menjadi lebih tahu bagaimana kelanjutan teori yang didapatkan di bangku kuliah di Jurusan Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung.

"Pengalaman saya menjadi lebih besar. Bisa melihat gambaran nyatanya. Dari tipologi teknologi sampai lihat nyatanya," ujar Adit.

Setelah menimba ilmu teknologi IoT milik Huawei, alam pikiran Adit terbawa ke Indonesia. Dia terpikir smart city di Tanah Air bisa dibangun menjadi lebih baik dari yang dijalankan selama ini.

Dia mengatakan, smart city di Indonesia belum terintegrasi satu sama lainnya, padahal jika bisa terintegrasi antarsatu kota dengan yang lain, maka wujud smart city bakal lebih terlihat manfaatnya.

Gede Aditya Pratama

"Kalau bisa diterapkan teknologi terbarunya. Dan menurut saya kalau terintegrasi smart city-nya jauh lebih enak," tuturnya. 

Adit mengatakan sebenarnya, sebelum terbang ke China, dia sudah menyiapkan karya andalan untuk menjadi studi akhir. Tapi setelah melihat teknologi di Huawei, dia mengaku punya banyak ide-ide lain yang bisa dijadikan sebagai bahan pengajuan program studi akhirnya.

"Saya inginnya IoT untuk kesehatan. Dasar teori di sini bisa menjadi wawasan baru untuk tugas akhir," katanya. 

Selama dua pekan di China, mulai 25 Agustus hingga 7 September 2018, Elsa, Adit dan delapan mahasiswa Indonesia lainnya mengunjungi dua kota yakni Beijing dan Shenzen. Pekan pertama, mereka berkunjung ke Beijing dan pekan kedua mereka terbang ke kantor pusat Huawei di Shenzen.

Di Beijing, mereka belajar serta pelatihan budaya dan bahasa Mandarin di kampus Beijing Languange and Culture University (BLCU). Sedangkan di Shenzen, mereka berkunjung ke 'dapur' Huawei untuk praktik pengembangan solusi teknologi perusahaan tersebut.

Program Seeds for the Future tahun ini merupakan batch enam yang diikuti oleh 83 negara. Huawei telah mengadakan program tersebut sejak 2013. Selama lima tahun terakhir Huawei telah memberi kesempatan kepada hampir 100 mahasiswa universitas dan politeknik di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya