Mengapa Supermoon Picu Banjir Rob dan Gelombang Tinggi Air Laut

Menikmati Keindahan Supermoon.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

VIVA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG mengingatkan potensi dini pasang maksimum air laut pada 21-22 Januari 2019. Gelombang tinggi air laut pada dua hari ke depan ini merupakan dampak dari fenomena supermoon yang disertai dengan purnama. 

Heru Budi Kewalahan Kalau Jakarta Diguyur Hujan Selama 4 Jam

Supermoon merupakan peristiwa bulan purnama yang bertepatan dengan saat posisi Bulan berada pada jarak terdekatnya dari Bumi. Karena jarak yang lebih dekat, maka sinar Bulan yang merupakan pantulan sinar Matahari itu menjadi lebih kuat intensitasnya. Momen ini dikenal sebagai purnama perige atau purnama super (supermoon).

Kepala Sub-Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto menjelaskan, pada dua hari ini Bulan berada dalam posisi dekat dengan Bumi.

Ratusan Rumah di Lamongan dan Gresik Terendam Banjir

"Pada bulan Januari ini, purnamanya terjadi pada 21 Januari 2019, purnama terjadi pada pukul 12.16 WIB. Tepat 12,43 jam sesudah puncak purnama tersebut, atau  pada 22 Januari 2019 pukul 02.59 WIB, Bulan akan berada pada jarak 357.342 kilometer dari Bumi," jelasnya kepada VIVA, Minggu malam 20 Januari 2019. 

BMKG mengingatkan, kepada masyarakat pesisir pantai untuk waspada dengan pasang maksimum air laut pada 21-11 Januari. Beberapa wilayah yang potensi mengalami kenaikan permukaan air laut yakni pantai pesisir utara Jakarta, pantai pesisir utara Jawa Tengah, pantai pesisir utara Jawa Timur, pantai pesisir Cilacap, pantai pesisir Tanjung Benoa Bali, pantai pesisir Kalimantan Barat dan pantai pesisir Makassar.

Bangun Tanggul Laut Raksasa, Dave Laksono: Gebrakan Konkret Lindungi Ekosistem

Gelombang tinggi di melanda sejumlah wilayah pesisir di Indonesia

Efek Supermoon

Siswanto menjelaskan, efek supermoon bisa berdampak pada Bumi. Hubungan gaya tarik gravitasi Bumi-Bulan menjadi penyebabnya. Dia mengatakan, gaya gravitasi Bulan saat perige dan purnama makin kuat. 

"Karena besarnya gaya gravitasi itu adalah sebanding dengan besarnya perkalian massa Bumi Bulan dibagi dengan kuadrat jaraknya," ujarnya. 

Melalui formula gaya gravitasi tersebut, Siswanto menuturkan, semakin dekat jarak Bulan terhadap Bumi maka semakin besar gaya gravitasi antara keduanya. 

Siswanto mengatakan, daerah pesisir yang lingkungannya bermasalah dengan penurunan tanah mesti lebih waspada dengan dampak supermoon ini. Dia menyebutkan, Jakarta dan Semarang, sangat berisiko terkena banjir rob alias banjir genangan pesisir akibat air pasang naik. 

Wilayah Tanjung Priok menjadi perhatian. Sebab saat Bulan mati atau Bulan seperempat saja, pasang air laut terjadi sekitar 10-50 cm, sedangkan saat purnama area ini mengalami pasang air laut setinggi 70-80 cm.

Namun untungnya, efek supermoon tahun ini, menurut Siswanto, tak akan sebesar fenomena serupa pada 2018. 

"Supermoon kali ini pengaruhnya lebih kecil dibanding saat supermoon nanti pada Bulan Februari dan Maret 2019, juga kemungkinan akan lebih kecil dari pada yang pernah terjadi pada 2-4 Januari 2018 yang lalu, yang mana saat itu juga dibarengi dengan fenomena gerhana total," jelas Siswanto. 

Berdasarkan data BMKG, pada pekan pertama 2018, jarak Bulan lebih dekat 2428 kilometer dari Bumi dibanding rata-ratanya. Supermoon tahun lalu lebih dekat dibanding fenomena pada tahun ini. 

Pada Supermoon 2-4 Januari 2018, beberapa wilayah di Indonesia terdampak banjir rob, termasuk di Muara Angke, Jakarta Utara. Saat itu pasang air laut maksimum di Jakarta Utara sekitar 90 cm. 

"Sementara pada 22 Januari ini diprediksikan sekitar 85 cm," tuturnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya