Asal Usul Lidah Mertua, Andalan Anies Baswedan Tekan Polusi Udara

Tanaman Lidah Mertua atau Sanseviera
Sumber :
  • Instagram/@houseofplantlovers

VIVA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sedang berupaya menurunkan tingkat polusi udara. Salah satu upayanya, pemerintah Ibu Kota menempatkan tanaman Lidah Mertua di berbagai lokasi. 

Monster Laut Raksasa Setinggi 82 Kaki Ditemukan di Pantai Inggris, Bisa Jadi Reptil Laut Terbesar

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta, mendapatkan rekomendasi tanaman Lidah Mertua untuk menyerap polutan. 

Tanaman yang punya nama botani Sanseviera ini cukup populer. Selain sebagai penyerap polusi udara, Lidah Mertua dimanfaatkan sebagai penghias interior maupun eksterior rumahan. Manfaat lain tanaman ini adalah mengobati berbagai penyakit. 

Ogah Usung Anies di Pilgub Jakarta, Gerindra: Kita Punya Jagoan Lebih Muda dan Fresh

Setiawan Dalimartha dalam buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia menuliskan, daun Lidah Mertua berkhasiat antibiotik, rasanya sejuk dan asam. Daun tanaman ini, tulis Setiawan, bisa dipakai untuk pengobatan flu, batuk, radang saluran napas (bronkitis), memar, keseleo, borok, bisul sampai bisa sebagai obat untuk tubuh yang digigit ular berbisa. 

Soal fungsinya sebagai penyerap polusi, sudah dibuktikan oleh Badan Antariksa Amerika Serikat bersama dengan Associated Landscape Contractors of America (ALCA) telah menemukan bukti Lidah Mertua mampu secara alami mengurangi polusi.

Anies Baswedan Direstui Maju Pilkada Jakarta, Cak Imin: PKB Belum Membahas

Namun, penelitian tersebut mencatat, kontribusi penyerap tanaman ini cuma untuk polusi ruang lingkup kecil misalnya rumahan saja, bukan untuk skala luas perkotaan. 

Asal usul

Tanaman Lidah Mertua berasal dari berbagai daerah yaitu Afrika, Afrika Selatan, Arab, India, dan Indonesia. Tanaman ini hidup di alam tropis yang tak punya suhu beku. Karena itu, Lanny Lingga dalam bukunya berjudul Sanseviera, termasuk dalam golongan tanaman tropis tulen (true tropical plant).

Menurut Lanny, dari daerah asalnya, Lidah Mertua disebut sebagai Riri (Kepulauan Cook), Tigre (Guam), Kitetel (Puam). Beda tepat beda nama untuk tanaman ini. 

Lanny menuliskan, nama internasional Lidah Mertua beragam, yaitu century plant, lucky plant, snake skin plant, browsting hemp, the devil's luck, good luck plant, judas sword dan african devil's.

Sementara itu, di kalangan pedagang tanaman hias internasional, Lidah Mertua dikenal dengan nama snake plant atau mother in law tongue. Makanya, tak heran di Indonesia diartikan sebagai Lidah Mertua.

Di Eropa, berbeda-beda penamaan. Orang Prancis, menyebut Lidah Mertua dengan nama canvrie d'afrique. Di Spanyol, tanaman hias ini disebut dengan Sansevieree, dan di Jerman, dinamai Bogenhanf. Sedangkan bangsa China, menamai Lidah Mertua dengan nama Pak Lan, Sweet Mei Lan, Ylang ylang dan Jasmine.

Tanaman Lidah Mertua

Dari berbagai sumber data herbarium, Lanny menuliskan, setidaknya ada sekitar 60 spesies Sanseviera. Data pecinta dan pemerhati Sanseviera, malah mengatakan ada telah ditemukan sekitar 200 spesies Sanseviera

Dari lokal Tanah Air, terdapat spesies Lidah Mertua yang dinamai dari nama berbau Indonesia.

"Sanseveria telah lama tumbuh di Indonesia, bahkan ada spesies endemik Indonesia, yaitu Sanseveria javanica LC Blume yang berasal dari Kepulauan Seribu di utara Pulau Jawa," tulis Lanny. 

Nama Lidah Mertua beragam beda nama di berbagai daerah di Indonesia. Misalnya dinamai Ki Kolo, Nanas Walondo, Rajak Wesi (Jawa), Litah Banyawak (Sunda), Mandalika (Madura). 

Soal nama umum Sanseviera, Lanny menuliskan, awalnya dipublikasikan oleh ahli botani kebangsaan Spanyol, Thunb pada abad ke-18. 

Ahli botasi sebangsa Thunb, yaitu Raimond de Sangro menduga nama Sanseviera yang diberikan oleh Thunb merupakan nama untuk penghormatan pada Raja Spanyol Peidro San-Savero yang berkuasa 1710-1771. 

Kala itu, saat Thunb menamai tanaman ini dengan nama botani Sanseveria, Spanyol dipimpin Raja Bisignano yang merupakan pengganti dari mendiang San-Savero. 

"Saat itu, Sanseviera yang ditanam di kebun kerajaan mulai diteliti. Objek penelitiannya mengenai biologi bunga dan biji," tulis Lanny. 

Pada 1701, Lidah Mertua diperkenalkan ke Eropa sebagai tanaman budidaya sebelum nama botani Sanseviera dikenalkan secara luas. Awalnya, Sanseviera dibawa ke Inggris, dan selanjutnya menyebar ke seluruh Eropa. 

Pada habitat asli tanaman ini bukan merupakan tanaman hias, namun tanaman liar. Namun, sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, akhirnya Lidah Mertua ini dikenal sebagai sumber serat. Tanaman ini mulai dibudidayakan sebagai tanaman hias sejak bangsa Eropa membawanya dari habitat asli di gurun Afrika ke kebun mereka di Eropa. 

Soal ragamnya fenotip atau penampakan dari spesies Lidah Mertua ini, Lanny menuliskan, terkait dengan bentuk evolusi untuk menyesuaikan diri dengan habitatnya. 

Habitat asli tanaman ini adalah daerah mediteranian dan gurun beriklim kering dan panas, jika dibudidayakan di habitat dengan iklim berbeda, maka fenotipnya biasanya berupa ketebalan organ tanaman dan warna daun sebagai respons fisiologis untuk bertahan di lingkungan barunya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya