Benda Ini Dituding Jadi Perusak Lingkungan

Ilustrasi botol plastik
Sumber :
  • Pixabay/techmania

VIVA – Perkembangan teknologi ibarat pisau bermata dua, di satu sisi bisa sangat bermanfaat bagi manusia namun di bagian lain juga bisa membahayakan.

Peringati Hari Bumi Sedunia, IMIP Tanam 1.000 Pohon Pelindung

Salah satu contohnya, seperti pengembangan teknologi pembuatan benda dengan bahan baku plastik, yang merupakan hasil racikan dari senyawa kimia.

Meski sangat membantu kehidupan kita sehari-hari, namun kebanyakan plastik dibuat dari bahan yang tidak mudah diurai kembali. Alhasil, saat tidak lagi digunakan maka menjadi limbah yang semakin hari semakin menumpuk.

Menciptakan Produk Berkelanjutan Bukan soal Ramah Lingkungan Saja

Salah satu upaya untuk mengatasi sampah plastik, adalah dengan menghadirkan tempat pengolahan yang akan mendaur ulang bahan tersebut menjadi produk lain.

Meski upaya tersebut mendapat apresiasi dari banyak pihak, namun jumlah sampah plastik yang muncul jauh lebih banyak dari kapasitas pengolahannya. Selain itu, kebanyakan masyarakat juga enggan menggunakan produk yang merupakan hasil daur ulang dari sampah plastik.

Sri Mulyani Buka Suara soal Rupiah Tembus Rp 16.200 per Dolar AS

Banyaknya volume sampah plastik menjadi bahasan di acara webinar, yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan Mental dan Lingkungan Masyarakat Universitas Yogyakarta. Salah satu yang jadi sorotan, yakni keberadaan galon sekali pakai.

“Seperti halnya kemasan-kemasan plastik sekali pakai yang lain, kehadiran galon sekali pakai ini akan sangat menambah bahaya terhadap lingkungan. Plastik-plastik ini kan sangat susah terurai, jadi akan semakin mencemari lingkungan dan sangat berbahaya,” ujar salah satu mahasiswa, Tama melalui keterangan resmi, dikutip Senin 5 Juli 2021.

Hal senada juga diungkapkan oleh Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Cynthia Permata Sari. Ia mengatakan, bahwa produk air kemasan galon sekali pakai masih menggunakan framework lama yang menganut prinsip perekonomian linear dan tidak bisa lagi digunakan untuk kondisi sekarang.

“Seharusnya produsennya beralih dari paradigma ekonomi linear ke paradigma baru dengan pendekatan yang lebih sistemik dan holistic yang mengarah ke ekonomi sirkular. Jadi, produsen harus bisa mengurangi produk-produk kemasan sekali pakai dan mengadopsi model penggunaan ulang jika memungkinkan,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya