Facebook Ajak Kamu Hidup di Alam Semesta Virtual

Kepala Eksekutif Facebook Mark Zuckerberg.
Sumber :
  • NPR

VIVA – Facebook telah mengumumkan investasi besar-besaran untuk membangun metaverse, alam semesta dalam bentuk virtual. Analoginya begini. Anda memulai pagi dengan melakukan rapat di berbagai ruang konferensi. Di sela-sela rapat, Anda coba mencuri-curi waktu untuk berbincang dengan kolega tentang sebuah konser yang akan didatangi malam itu.

Swiss German University Dukung Revolusi Industri 4.0 di Indonesia!

Nah, saat jam pulang kantor tiba, Anda pastinya bertemu dengan kolega di tempat konser dan kemudian menghabiskan waktu bersamanya sembari menonton pertunjukan konser tersebut. Setelahnya, Anda tidak lupa membeli kaos oblong sebagai kenang-kenangan.

Skenario seperti ini mungkin terdengar seperti hari-hari tipikal lainnya. Tapi, coba bayangkan semua itu Anda lakukan tanpa meninggalkan rumah? Ya benar. Selamat datang di metaverse.

Rekomendasi Sandal Stylish dan Nyaman untuk Hari Raya Lebaran

Jadi, apa itu metaverse? Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai realitas digital. Mirip dengan world wide web (www), tetapi menggabungkan aspek media sosial, augmented reality (AR), game online, dan cryptocurrency (mata uang kripto) untuk memungkinkan pengguna melakukan aktivitas dan berinteraksi secara virtual.

Konsep ini memang masih di tahap awal pengembangan, tapi potensinya dinilai sangat-sangat besar. "Saya cukup yakin pada titik ini bahwa metaverse akan menjadi ekonomi baru yang lebih besar dari ekonomi kita saat ini,” kata Kepala Eksekutif NVidia, Jensen Hang, seperti dikutip VIVA Tekno dari situs Deutsche Welle, Kamis, 21 Oktober 2021.

Ekonomi Digital di ASEAN Meningkat, HSBC Luncurkan Growth Fund Rp15,8 Triliun

NVidia hanya satu dari sekian banyak perusahaan teknologi yang menanamkan investasinya di bidang metaverse. Perusahaan lainnya seperti Epic Games dan Microsoft juga telah meluncurkan inisiatif mereka sendiri.

Facebook juga selama bertahun-tahun telah melangkah ke arah ini dengan investasinya di bidang teknologi virtual dan augmented reality (AR). Kepala Eksekutif Facebook Mark Zuckerberg berharap suatu hari nanti orang-orang akan memikirkan perusahaan media sosial sebagai perusahaan metaverse.

"Alih-alih hanya melihat konten, tapi Anda justru berada di dalamnya,” kata Zuckerberg. Ia membandingkan gagasan metaverse dengan halaman web dua dimensi standard yang saat ini mengisi ruang internet.

Iterasi metaverse sejatinya telah ada selama bertahun-tahun. Hal itu dapat kita temukan ketika kita berbicara tentang media sosial, virtual reality (VR), game online, atau cryptocurrency. Game interaktif seperti Second Life, Fortnite, Minecraft, dan Robox, juga memiliki elemen metaverse.

Di sana pengguna dapat bekerja dan berkolaborasi, menghadiri acara, bahkan menukar uang dunia nyata dengan barang dan layanan virtual. Para visioner metaverse memprediksi bahwa di masa depan akan ada alam semesta virtual di mana seseorang dapat bergerak bebas di antara berbagai jenis dunia digital.

Pengguna bahkan dapat mempertahankan identitas virtual yang sama dalam bentuk avatar digital untuk mengarungi dunia digital. Selain itu, modal yang mereka miliki di satu dunia juga akan memiliki nilai yang sama di dunia yang lain. Mereka akan menggunakan mata uang digital yang diterima secara universal.

Bagi para penggemar mata uang kripto (cryptocurrency), masalah pembayaran di metaverse jadi salah satu sudut pandang menarik untuk dibahas. Fenomena cryptocurrency tahun ini semakin marak di dunia.

Hal ini sebagian disebabkan oleh meningkatnya kesadaran publik tentang non-fungible tokens (NFT) – sebuah teknologi yang dapat memainkan peran kunci dalam metaverse.

NFT bisa diartikan sebagai jenis aset digital yang berfungsi kurang lebih sebagai item kolektor virtual. Salah satu contoh NFT yang berhasil menarik perhatian pada awal tahun ini adalah sebuah file JPG dari kolase foto yang berhasil terjual seharga US$69 juta (Rp976 miliar).

Awal Oktober kemarin, perancang busana Dolce & Gabbana juga menjual koleksi pakaiannya dalam bentuk NFT, dengan beberapa item dimaksudkan untuk dikenakan oleh avatar digital.

Pada beberapa dunia virtual yang ada saat ini, para pengguna telah melakukan transaksi senilai ratusan ribu dolar dalam bentuk mata uang kripto untuk membeli NFT real estat dan properti digital.

Seperti diler seni ternama, Sotheby, baru-baru ini dilaporkan membeli real estat digital sendiri, yang akan digunakan untuk membangun replika galeri seninya yang ada di London, Inggris. Nantinya, real estat digital itu akan digunakan untuk mengadakan pertunjukan seni virtual.

Transaksi dan kepemilikan sebagian besar NFT dicatat di Blockchain Ethereum, jaringan Blockchain yang menampung Ether – cryptocurrency terbesar kedua setelah Bitcoin.

Metaverse mungkin baru akan berfungsi secara penuh dalam beberapa dekade mendatang. Selain teknologi utamanya yang masih belum terlalu mainstream, banyak pula pertanyaan yang menyelimutinya, seperti masalah legalitas hukum.

Tetapi ada momentum yang mendorongnya, terutama pandemi COVID-19 yang telah mempercepat perkembangan metaverse. Upaya digitalisasi global mendapat dorongan besar setelah krisis kesehatan global itu membuat jutaan orang harus bekerja dari rumah.

Saat ini, beberapa platform komunikasi digital seperti Slack atau Microsoft Teams telah membiasakan penggunanya dengan konsep inti dari metaverse.

Bahkan, DW sudah meluncurkan ruang obrolan internal resmi yang disebut sebagai 'ruang istirahat' dan 'lorong' sebagai lokasi untuk pegawainya mengobrol santai saat WFH.

Metaverse saat ini memang masih pada tahap pengembangan awal, tapi Bloomberg Intelligence dalam laporannya pada Juli lalu memperkirakan, metaverse bisa berkembang menjadi pasar senilai US$800 miliar (Rp11.200 triliun) pada awal 2024.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya