Atasi Kejenuhan Sekolah Virtual, Begini Pakar Ungkap Trik Belajar

Ilustrasi saat siswa belajar secara tatap muka di sekolah.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi COVID-19 dan pemberlakuan pembelajaran jarak-jauh (PJJ) yang sudah berlangsung lebih dari setahun terakhir mengakibatkan kesenjangan pendidikan (learning gap) di Indonesia semakin tinggi. Tentunya, hal tersebut bisa berdampak buruk bagi pendidikan anak di masa mendatang.

Heboh Uang Jajan Anak Artis, Arie Untung dan Fenita Arie Terapkan Kesederhanaan

Berdasarkan prediksi World Bank pada Agustus 2020, sebanyak 91.000 siswa di Indonesia memiliki kemungkinan untuk putus sekolah akibat tantangan ekonomi selama pandemi. Padahal pada tahun 2018, Indonesia sudah berada di ranking ke-72 dari 78 negara untuk bidang matematika.

Tantangan utama yang terjadi selama PJJ adalah guru dan staf pengajar yang kesulitan memantau performa murid satu per satu secara mendalam. 

Bingung Cari Sekolah Terbaik? Wujudkan Masa Depan Cerah Buah Hati di Kinderfield - Highfield School

Tidak seperti di ruang kelas, komunikasi yang terjadi di platform virtual sangat terbatas dan mayoritas berjalan satu arah, sehingga guru memiliki keterbatasan untuk memberikan materi pelajaran yang berbeda-beda sesuai kemampuan para siswa. 

Untuk mengatasi masalah ini, tenaga ahli di bidang pendidikan percaya bahwa sistem pembelajaran adaptif (adaptive learning) akan berperan penting untuk mengatasi kesenjangan pendidikan atau learning gap di Indonesia.

Catatan Pencapaian Program Merdeka Belajar dalam Pendidikan di Indonesia

Metode berbasis teknologi digital ini memungkinkan materi pelajaran dipersonalisasi atau dirancang khusus sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, sehingga mereka bisa belajar sesuai dengan tingkatan pemahaman dan pengetahuan mereka masing-masing. 

Kepala Pusat Riset Telematika di Universitas Syiah Kuala, Kahlil Muchtar, Ph. D, mengungkapkan optimismenya terhadap penerapan pembelajaran adaptif di sistem pendidikan masa depan Indonesia.

Menurutnya, pembelajaran adaptif menjadi metode yang sangat direkomendasikan untuk kegiatan belajar, terutama di masa pandemi. 

"Metode ini dirancang khusus untuk memberikan pengalaman belajar yang personal, sehingga setiap siswa berkesempatan mengejar ketertinggalan ataupun mengulang pelajaran agar mampu menguasai materi secara utuh, sebelum melanjutkan ke level yang lebih sulit," ungkap Kahlil, dalam keterangan persnya.

Tidak hanya di sekolah dan lembaga pendidikan, lanjutnya, namun pendekatan pembelajaran adaptif cocok bagi siapapun, terlepas dari latar belakang, profesi, umur, dan perbedaan level pengetahuan. Sebagai contoh di Indonesia, penerapan pembelajaran adaptif digarap secara serius oleh Zenius. 

Sebagai pionir di bidang teknologi edukasi (edtech), Zenius menjadi edtech pertama di sektor K12 yang mengadopsi metode pembelajaran adaptif sejak awal Juli lalu melalui fitur terbarunya, ZenCore. ZenCore menyediakan materi dan pelatihan adaptif untuk mengembangkan keterampilan fundamental pengguna. 

Di dalamnya terdapat dua fitur utama, yakni CorePractice, tempat latihan dengan ratusan ribu pertanyaan latihan dari 3 cabang konsentrasi utama, yaitu logika verbal, matematika dan Bahasa Inggris.

Sementara CoreInsight menyediakan berbagai pengetahuan yang insightful seperti filsafat, sciences dan big history, yang dapat digunakan untuk mendukung dan memperluas wawasan dan sudut pandang pengguna.

“Kami optimis bahwa penggunaan teknik baru ini dapat semakin memajukan sistem pendidikan Indonesia dan menjadi solusi untuk mengatasi learning gap yang semakin terasa di tengah pandemi.

Dengan fitur ini, semua orang bisa belajar dengan kecepatannya sendiri-sendiri, tanpa takut tertinggal dengan orang lain,” ungkap Sabda PS, Founder dan Chief Education Officer Zenius. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya