5 Tradisi Mahar Unik Suku Adat di Indonesia, Ada yang Membeli Pria

Uang Panai (foto dok Nurterbit.com)
Sumber :
  • vstory

VIVA Edukasi – Seperti yang telah diketahui, Indonesia telah dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya. Tak hanya tentang kepercayaan maupun karya seni, mahar unik pernikahan juga menjadi hal yang diatur dalam adat istiadat tertentu.

Yakin Ayu Ting Ting Bakal Nikah Sama Muhammad Fardhana, Ayah Ojak Minta 4 Cucu

Mahar atau yang biasa disebut sebagai mas kawin adalah suatu harta yang diberikan oleh calon mempelai pria saat akan meminang seorang wanita.

Barang yang dijadikan sebagai mahar pun beraneka ragam, tergantung pada ketentuan masing-masing suku.

Ayah Ojak Beberkan Rencana Pernikahan Ayu Ting Ting dan Muhammad Fardhana

Beberapa masyarakat dalam sebuah suku menganggap bahwa jenis mahar tertentu dapat membawa berkah bagi rumah tangga kedua mempelai di masa depan.

Nah, adat mana sajakah yang masih menerapkan mahar pernikahan unik bagi masyarakat keturunannya? Simak Ulasan Viva yang dirangkum dari berbagai sumber sebagai berikut.

Begal Sadis, Modus Ban Kempes Lalu Tikam Korbannya 9 Kali dan Rampas Emas juga Uang

1. Adat Aceh

Daerah istimewa yang begitu lekat dengan kebudayaan Islam ini memilih untuk menggunakan emas sebagai patokan mahar pernikahan. Ada berbagai macam tradisi yang dipegang teguh oleh masyarakat berdarah Aceh, salah satunya adalah mahar pernikahan yang biasa disebut sebagai mayam.

Sesuai anjuran yang berlaku, mayam diberikan oleh mempelai pria kepada sang mempelai wanita. Penentuan jumlah mahar tergantung pada strata sosial yang dipegang oleh sang wanita, yaitu berkisar antara 5 sampai 50 mayam emas.

Misalnya, perempuan dengan lulusan SMA berhak mendapatkan 5-10 mayam, wanita yang sudah PNS bisa mendapatkan 30-50 mayam. Nilai satu mayam setara dengan 3,3 gram emas yang jika dirupiahkan menjadi Rp2,9 juta. Jumlah tersebut masih dapat berubah, tergantung dari perkembangan harga emas per gramnya.

2. Adat Sasak

Suku Sasak berasal dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Salah satu etnis yang kental akan kearifan lokalnya ini memiliki perhitungan yang cukup unik dalam hal mahar pernikahan.

Jumlah mahar mereka ditentukan berdasarkan bidang pekerjaan, tingkat pendidikan, dan domisili dari mempelai perempuan. Ini berarti, wanita yang dinilai mapan dalam segala aspek bisa mendapatkan mahar yang jauh lebih tinggi.

Jika pihak terhitung tinggal satu kampung dengan calon suaminya, maka mahar yang diberikan dapat lebih terjangkau, yakni sekitar Rp500 ribu. Lain halnya dengan mempelai wanita yang tinggal jauh dari kediaman laki-laki, mahar yang diberikan bisa mencapai hingga 50 juta rupiah.

3. Adat Bugis

Siapa yang tak tahu dengan keunikan uang panai dari pernikahan adat Bugis, Sulawesi Selatan? Meski tidak termasuk dalam golongan mahar akad nikah, namun uang panai wajib diberikan oleh pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan saat akan memulai rencana pernikahan.

Uang panai sejatinya adalah 'uang belanja' yang nantinya digunakan untuk memenuhi keperluan acara pernikahan.

Dengan kata lain, uang panai harus dapat memenuhi seluruh kebutuhan prosesi yang ada hingga hari-H. Tidak ada ketentuan khusus terkait jumlah uang panai yang harus disiapkan, tetapi beberapa masyarakat Bugis akan mempertimbangkan status pendidikan dan pekerjaan dari sang wanita untuk menentukan besaran panai mereka.

Contohnya, wanita lulusan S1 dengan pekerjaan yang mapan umumnya bisa mendapat uang panai hingga Rp100 juta. Hal ini kebanyakan orang cenderung menyukai perhelatan yang mewah dan semarak. Itulah mengapa orang dengan strata sosial yang tinggi dapat dipastikan menerima uang panai yang tak kalah tinggi.

4. Adat Nusa Tenggara Timur

Provinsi kepulauan Nusa Tenggara Timur juga memiliki mahar yang tak kalah menarik. Mahar pernikahan oleh penduduk NTT biasa disebut sebagai istilah belis.

Berbeda dari daerah lainnya, belis hampir selalu diberikan dalam jumlah yang besar dan tidak dapat ditawar. Hal ini senada dengan kepercayaan masyarakat NTT yang mendukung bahwa pengantin perempuan baru dapat bergabung ke dalam suku suami apabila telah menyelesaikan jumlah belis.

Belis dapat diberikan dalam bentuk yang beraneka ragam, mulai dari jumlah uang, hewan ternak, hingga benda berharga berupa kain adat, emas, gading, dan lain-lain.  Setiap suku umumnya memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan bentuk belis.

Sebagai contoh, masyarakat Dawan memberikan belis berupa sirih pinang, Lamaholot berupa gading gajah, sementara Sumba memberikan tombak atau marapa sebagai bentuk penyatuan antar kedua keluarga. Belis pada dasarnya menyimbolkan penghargaan terbaik untuk pengantin perempuan.

5. Adat Padang Pariaman

Ada yang berbeda dari mahar pernikahan daerah yang satu ini. Japuik dikenal sebagai istilah dari tradisi pernikahan khas Kabupaten Padang Pariaman. Artinya, pihak calon mempelai wanita lah yang harus memberikan sejumlah uang japuik atau barang berharga untuk calon suaminya sebelum akad nikah dilangsungkan.

Banyak yang berpendapat bahwa japuik atau uang jemputan merupakan tanda untuk 'membeli' seorang laki-laki. Padahal, sebenarnya uang japuik adalah salah satu cara untuk memuliakan calon suami. Jumlah uang japuik tergantung pada kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga serta status sosial sang pria.

Nah, bila uang japuik berhasil diberikan, maka pihak laki-laki harus mengembalikan uang jemputan tersebut dalam jumlah harta kepada istrinya. Tradisi ini umumnya dilakukan pada saat prosesi manjakan mintuo atau kunjungan mertua.

Nilai uang bisa lebih tinggi dari uang japuik yang telah diterima sebelumnya, dan akan menjadi kebanggaan tersendiri bila sang suami mampu melebihkan jumlah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya