Pengertian Sholat Kafarat dan Pandangannya Dalam Islam

Sholat tepat waktu
Sumber :
  • U-Report

VIVA Edukasi – Sholat kafarat dilakukan sejumlah rakaat sholat fardlu, lima kali waktu sholat —Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh—total 17 rakaat. Sebagian pihak setuju atas tradisi tersebut, sementara sebagian yang lain melarangnya. Sholat kafarat diniatkan untuk mengqadha sholat fardlu yang diragukan ditinggalkan atau yang tidak sah.

Masjid Istiqlal Siap Sambut 250 Ribu Jamaah Shalat Idul Fitri 1445 H

Ada keterangan bahwa sholat kafarat ini dapat mengganti sholat yang ditinggalkan semasa hidupnya sampai 70 tahun dan dapat melengkapi kekurangan-kekurangan dalam sholat yang dilakukan disebabkan waswas atau lainnya. Belakangan sempat dibahas, muncul persoalan terkait tradisi yang dilakukan di waktu tersebut. Tepatnya pada hari Jumat terakhir, usai sholat Jumat, terdapat tradisi menjalankan sholat kafarat atau disebut sholat al-bara’ah.

Pandangan Islam yang Memperbolehkan
Terdapat diskusi panjang terkait status hukum sholat kafarat. Para ulama pun juga memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait hukum mengerjakan sholat kafarat ini. Ada yang memperbolehkan dan ada pula yang mengharamkan. Adapun pandangan Islam yang memperbolehkan mengerjakan sholat kafarat adalah sebagai berikut:

Umat Islam di Amerika Serikat Bakal Rayakan Idul Fitri Rabu 10 April 2024

1. Pendapat al-Qadli Husain
Pendapat ini memperbolehkan umat Islam mengqadha sholat fardlu yang diragukan ditinggalkan. Sebagaimana yang tertuang berikut ini yang artinya:

"Cabangan permasalahan: al-Qadli Husain berkata, bila seseorang mengqadha shalat fardlu yang ditinggalkan secara ragu, maka yang diharapkan dari Allah shalat tersebut dapat mengganti kecacatan dalam shalat fardlu atau paling tidak dianggap sebagai shalat sunah. Saya mendengar bahwa sebagian ashabnya Bani Ashim berkata, bahwa ia mengqadha seluruh shalat seumur hidupnya satu kali dan memulai mengqadhanya untuk kedua kalinya. Al-Ghuzzi mengatakan, ini adalah faidah yang agung, yang jarang sekali dikutip oleh ulama." (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz.2, halaman 27).

Tradisi Sapu Koin di Indramayu Bikin Celaka Pengendara Motor

2. Tidak Menyakini Keabsahan Sholat
Tidak ada orang yang menyakini keabsahan sholat yang baru saja dikerjakan. Apalagi sholat yang dikerjakan sebelum-sebelumnya.

3. Hukum Haram Hilang
Adanya larangan sholat kafarat karena kekhawatiran sholat ini tidak cukup untuk menggantikan sholat yang ditinggalkan selama satu tahun. Sehingga saat kekhawatiran tersebut hilang, maka hukum haram pun juga hilang.

4. Mengikuti Amaliyyah
Mengikuti amaliyyah para pembesar ulama serta para wali ALlah SWT yang ahli makrifat billah. Mulai dari Sayyidi Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakr bin Salim, Habib Ahmad bin Hasan al-Athas hingga al-Imam Ahmad bin Zain al-Habsyi. Para pembesar ulama di Yaman mengimbau dan rutin mengerjakan sholat kafarat. Bahkan, sholat kafarat rutin dikerjakan secara berjamaah di masjid Zabid Yaman.

Mengikuti amaliyyah para wali dan ulama tanpa diketahui dalil istinbathnya dari hadis Nabi dikatakan sudah cukup menjadi hujjah membolehkan sholat kafarat. Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani dalam kitab Tanbih al-Mughtarrin, sebagaimana dikutip dalam Kasyf al-Khafa’ mengatakan yang artinya:

"Di antara kaum, apabila mereka tidak memiliki dalil dari sunah Nabi yang ditetapkan dalam kitab syari’ah, mereka menghadap hatinya kepada Rasul, bila sudah berhadapan dengan Nabi, mereka bertanya kepada beliau dan mengamalkan apa yang dikatakan Nabi, akan tetapi yang demikian ini khusus untuk para pembesar sufi."

Pandangan Islam yang Melarang
1. Tidak ada Tuntunan dari Hadis Nabi
Tidak adanya tuntunan yang jelas dari hadis Nabi dan kitab-kitab syari'ah. Sehingga membuat seseorang yang mengerjakan sholat kafarat tergolong mensyariatkan ibadah yang tidak disyari’atkan (isyra’u ma lam yusyra’). Selain itu juga tergolong melakukan ibadah yang rusak atau ta’athi bi ‘ibadatin fasidah.

2. Tidak Memiliki Dasar
Mengerjakan sholat kafarat pada Jumat akhir di bulan Ramadan tidak memiliki dasar yang jelas. Apalagi dalam syari'at juga tidak ada pengkhususan waktu pelaksanaan sholat kafarat.

3. Pakar Fikih Otoritatif Mazhab Syafi'i
Terdapat keterangan sharih dari pakar fikih otoritatif mazhab Syafi'i, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami sebagai berikut yang artinya:

"Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar." (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz.2, halaman 457).

Shalat Idul Fitri 1444 Hijriah

Anjuran Melewati Jalur Berbeda Saat Berangkat dan Pulang Sholat Idul Fitri dari Para Ulama

Anjuran pergi dan pulang sholat Ied dengan jalur yang berbeda ini berasal dari pemahaman tindakan Rasulullah. Terdapat berbagai pendapat dari ulama besar mengenai hal ini

img_title
VIVA.co.id
10 April 2024