Bolehkah Menunda Mandi Wajib setelah Haid dan Junub di Bulan Ramadan?

Ilustrasi wanita mandi.
Sumber :
  • U-Report

VIVA Edukasi – Tak dipungkiri bahwa seorang perempuan akan mengalami masa haid ketika sedang berpuasa di bulan Ramadan. Di antara pasangan suami istri juga ketika malam hari melakukan hubungan badan. 
Selain itu, di antara pria mungkin juga mengalami mimpi basah sehingga mereka mengalami kondisi junub.

Deretan Artis Rayakan Idul Fitri di Tanah Suci Mekkah

Mereka ini diwajibkan bagi mereka mandi besar jika ingin berpuasa. Lantas, bagaimanakah hukumnya jika menunda mandi wajib?

Hukum menunda mandi wajib setelah haid

Presiden Jokowi Ajak Anak Yatim Beli Baju Lebaran di Hari Terakhir Ramadan

Ilustrasi mandi

Photo :
  • The Sun

Menunda mandi wajib setelah haid tidak diperbolehkan ketika darah menstruasi sudah berhenti dan tidak segera mensucikan diri dengan mandi wajib.

Doa Mustajab di Akhir Ramadhan: Mohon Dipertemukan Kembali dengan Bulan Suci

Menurut hadits yang diriwiyatkan oleh Bukhari dijelaskan bahwa perempuan yang telah selesai masa haid, wajib hukumnya untuk mandi dan sholat. Namun, di antara mereka mungkin menunda mandi wajib karena takut masih ada flek dan alasan lainnya.

Dilansir dari NU Online, menunda mandi haid setelah subuh dan baru yakin berhenti menstruasi di siang hari sebelum waktu sholat dzuhur puasannya dinilai tetap sah. Asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.

Meski demikian, sebaiknya mandi wajib dilakukan segera sebelum subuh agar bisa sempurna melaksanakan ibadah sholat dan puasa.

Hukum menunda mandi junub

Ilustrasi mandi.

Photo :
  • U-Report

Menurut para ulama, bagi orang yang junub di malam di bulan Ramadhan, maka boleh mandi junub setelah fajar atau setelah waktu subuh tiba. 

Merujuk pada Bukhari dan Muslim, keduanya menceritakan pengalaman Rasulullah SAW yang masih dalam kondisi junub di pagi hari puasa sebagaimana keterangan istrinya.

Dari Aisyah RA dan Ummu Salamah RA, Nabi Muhammad SAW pernah berpagi hari dalam kondisi junub karena jimak, kemudian beliau mandi, dan terus berpuasa,” (HR Muttafaq Alaih.) Imam Muslim dalam riwayat dari Ummu Salamah RA menyebutkan, “Rasulullah SAW tidak mengaqadha.” 

Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki menerangkan, redaksi “Rasulullah SAW tidak mengqadha” mengisyaratkan bahwa puasa yang dijalani oleh Rasulullah SAW di hari tersebut tidak berkekurangan sesuatu apapun.

“’Rasulullah SAW tidak mengqadha’ maksudnya adalah tidak mengqadha puasa hari tersebut di bulan lainnya karena puasanya hari itu tetap sah tanpa cacat sedikitpun di dalamnya,” (Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 312). 

Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki menjelaskan, dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa orang yang berhadats besar boleh menunda mandi junub hingga pagi hari.

Orang yang berpuasa boleh menunda mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit. Tetapi yang lebih utama adalah ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum Subuh,” (Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 313). 

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa orang dalam keadaan janabah yang tertidur hingga pagi hari sehingga lupa mandi junub harus terus melanjutkan ibadah puasanya. Mereka cukup mandi junub lalu berpuasa hingga matahari tenggelam. 

Puasanya terbilang sah tanpa perlu mengqadhanya. Islam membolehkan orang yang junub untuk menunda mandi wajibnya di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.

Tetapi disarankan orang yang junub sebaiknya segera melakukan mandi wajib agar ia menjalani ibadah puasa seharian dalam keadaan suci dari hadats besar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya