Heboh Guru di NTB Dipolisikan Ortu Murid, Fakultas Hukum Unissula Dorong Restorative Justice

Ketua Pusat Studi Ilmu Kepolisian (PSIK) FH Unissula Dr. Muhammad Taufiq
Sumber :
  • VIVA | Teguh Joko Sutrisno

VIVA – Kasus guru di NTB yang dipolisikan orang tua murid hingga kini terus bergulir hingga ke pengadilan. Akbar Sarosa, guru honorer di SMK Negeri 1 Taliwang NTB dilaporkan oleh orang tua siswa atas dugaan menghukum muridnya yang tidak menjalankan salat berjemaah.

Bentuk Nilai Moral dan Budi Pekerti, Kepala Sekolah dan Guru Binaan Ikut Seminar Motivasi

Hal ini pun kemudian viral dan menimbulkan pro dan kontra. Berbagai pihak menyayangkan kasus ini yang tidak bisa selesai melalui restorasi justice atau keadilan restorasi. Di antaranya dari Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. 

Ketua Pusat Studi Ilmu Kepolisian (PSIK) FH Unissula Dr. Muhammad Taufiq mengatakan, perlu untuk mendorong penyelesaian kasus yang menjerat Akbar Sarosa, guru honorer di Nusa Tenggara Barat, lewat keadilan restoratif. Pihaknya memberikan perhatian terhadap kasus tersebut dan melakukan pengkajian untuk penyelesaiannya.

Kasus Siswa SD Terancam Buta karena Gagang Sapu di Jombang, Guru Jadi Tersangka

"Permasalahan penegakan hukum selalu mengalami ketimpangan antara aspek hukum dalam harapan dan aspek penerapan hukum dalam kenyataan," kata Taufik kepada media, Kamis (19/10/23).

Ia menambahkan, salat berjemaah itu merupakan program wajib sekolah. Berdasarkan laporan itu, Akbar kini berstatus sebagai tahanan kota dan tengah menjalani proses persidangan. Keluarga korban juga mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp50 juta kepada Akbar.

Film ‘Guru Tugas’ Tuai Kecaman di Madura, Polda Jatim Tangkap 3 Orang Konten Kreator

"Bahwa kasus Akbar kini memang tengah menjadi sorotan berbagai kalangan dan menimbulkan pro dan kontra. Akan tetapi, pihak berwenang harus tetap memastikan kasus itu diselesaikan secara adil berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Begitu pula bagi instansi pendidikan, lanjut dia, kebijakan kedisiplinan perlu ditingkatkan tanpa harus kurangi aturan dikarenakan kejadian ini," jelasnya.

Menurut Taufik, kedisiplinan di dunia pendidikan merupakan bagian dari usaha dalam peningkatan mutu, moral, dan sopan santun peserta didik. Maka pihaknya ingin menyampaikan legal opinion (pendapat hukum) agar kasus itu selesai lewat restorative justice atau keadilan restoratif.

"Itu konsepnya merekatkan, mempertemukan antara pelaku dan korban. Banyak landasan hukum untuk keadilan restoratif, seperti Peraturan Polri Nomor 8/2021 untuk kepolisian, Peraturan Kejaksaan Nomor 15/2020 untuk jaksa, demikian juga untuk badan peradilan umum, dan banyak kasus pidana di Indonesia yang diselesaikan secara keadilan restoratif," ungkapnya.

FH Unissula, lanjut Taufik, berharap kepada majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut supaya dapat memberikan putusan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.

Penapat itu diamini pakar hukum pidana Unissula Dr. Sugiharto. Ia mengatakan bahwa keadilan restoratif merupakan suatu penegakan hukum yang bertujuan memulihkan kembali keseimbangan yang terganggu di tengah masyarakat.

Maka, tambahnya, dengan pendekatan keadilan restoratif, keseimbangan yang semula terganggu bisa kembali baik dan pulih. Tidak ada yang merasa dimenangkan atau dikalahkan karena semua pihak yang terlibat di dalamnya bisa menerima.

Laporan: Teguh Joko Sutrisno (tvOne)

Baca artikel Trending menarik lainnya di tautan ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya