Prof M Quraish Shihab Ajak Para Tokoh Agama Manfaatkan Mimbar Keagamaan untuk Menyampaikan Pesan Persaudaraan Manusia
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Majelis Hukama Muslimin (MHM) mengajak warga bangsa untuk memperkuat persaudaraan dan melestarikan harmoni alam. Ajakan ini disampaikan oleh Pendiri dan Anggota MHM Prof. Dr. M Quraish Shihab di Jakarta, berkenaan dengan peringatan Hari Persaudaraan Manusia Sedunia tahun 2025.
Hari Persaudaraan Manusia Sedunia diperingati setiap 4 Februari. sejak ditetapkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2020. Peringatan ini didasarkan pada penandatanganan Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama. Dokumen ini ditandatangani oleh Grand Syekh Al Azhar yang juga Ketua Majelis Hukama Muslimin (MHM), Imam Akbar Ahmed Al Tayeb, bersama Pempimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus di Abu Dhabi, 4 Februari 2019.
Majelis Hukama Muslimin (MHM) adalah sebuah lembaga independen lintas negara yang dibentuk pada 21 Ramadan 1435 H atau 19 Juli 2014 M. MHM berkedudukan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab dan fokus pada upaya mempromosikan perdamaian, serta meguatkan persaudaraan, toleransi, dan koeksistensi. MHM diketuai oleh Grand Syekh Al Azhar Ahmed Al Tayeb. Cendekiawan Muslim Prof. Dr. M Quraish Shihab tercatat sebagai pendiri dan anggota.
Ikhtiar memperkuat persaudaraan manusia, menurut Prof Quraish, harus terus dilakukan. Upaya ini juga sangat relevan karena konflik dan perang masih saja terus terjadi. Karenanya, pesan persaudaraan manusia harus terus digaungkan, tidak terkecuali melalui mimbar-mimbar keagamaan.
“Saya mengajak para tokoh agama terus memanfaatkan mimbar keagamaan untuk menyampaikan pesan persaudaraan manusia, di berbagai kesempatan,” pesan Prof. Dr. M Quraish Shihab dalam keterangan tertulis yang diteima VIVA, Minggu 9 Februari 2025.
Menurut Prof. Quraish, Sahabat Nabi, Ali Bin Abi Thalib, mengajarkan bahwa mereka yang bukan saudara seiman adalah saudara dalam kemanusiaan. Persahabatan dan persaudaraan Grand Syekh Al Azhar Ahmed Al-Tayeb dan Paus Fransiskus adalah salah satu contoh yang bisa disaksikan hari ini. Persaudaraan keduanya tidak semata dalam ucapan, tapi mewujud dalam kesadaran dan keprihatinan bersama sehingga melahirkan Dokumen Persaudaraan Manusia.
“Dokumen yang ditandatangani kedua tokoh itu, merupakan wujud niat baik dan tulus untuk mengajak semua orang yang di dalam hatinya terdapat iman kepada Tuhan dan kepercayaan pada persaudaraan manusia untuk saling menghormati dalam kesadaran tentang karunia besar Tuhan yang telah menjadikan semua makhluk bersaudara,” sebutnya.
Harmoni Alam
Selain persaudaraan manusia, MHM juga mengajak untuk melestarikan harmoni alam. Direktur MHM kantor cabang Indonesia Muchlis M Hanafi mengatakan, konflik dan bencana kemanusiaan, serta krisis sosial yang terjadi di berbagai belahan dunia sering kali berakar pada persoalan lingkungan. Laporan dari World Bank (2023) mencatat bahwa lebih 216 juta orang di enam kawasan dunia berisiko mengalami migrasi paksa akibat perubahan iklim pada tahun 2050.
“Perubahan iklim yang menyebabkan bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan tidak hanya merusak ekosistem tetapi juga memicu kelangkaan pangan dan perebutan sumber daya alam yang akhirnya menimbulkan konflik antarbangsa,” papar Muchlis M Hanafi dalam kajian Jumat di Masjid Istiqlal.
Di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, kat Muchlis, ketegangan geopolitik semakin meningkat akibat keterbatasan air yang diperburuk oleh pemanasan global. Menurut laporan PBB, 60% populasi di wilayah ini menghadapi krisis air yang kronis. Selain itu, laporan Global Risk Report 2024 dari World Economic Forum (WEF) menempatkan perubahan iklim sebagai salah satu ancaman utama bagi stabilitas global dalam satu dekade mendatang.
Perubahan iklim tidak hanya memperburuk kemiskinan, tetapi juga memperbesar kesenjangan sosial dan ekonomi, menciptakan kondisi yang memicu instabilitas sosial. Di wilayah Sahel, Afrika, penggurunan dan kelangkaan lahan subur telah memperburuk konflik antara petani dan penggembala, meningkatkan risiko radikalisasi dan perekrutan kelompok ekstremis.
“Inilah mengapa menjaga lingkungan bukan hanya kewajiban ekologis, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial dalam membangun persaudaraan manusia. Pendekatan Islam terhadap lingkungan menekankan prinsip maslahah (kepentingan umum) dan amanah manusia sebagai khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30),” ujar Muchlis.
“Dalam konteks ini, upaya perlindungan lingkungan bukan hanya tugas pemerintah atau aktivis lingkungan, tetapi menjadi bagian dari tanggung jawab kolektif umat manusia dalam menjaga keharmonisan sosial dan menciptakan keadilan global,” lanjutnya.
Islam, kata Muchlis, mengajarkan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi, yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan dan harmoni alam. Persaudaraan yang sejati tidak hanya terjadi antara sesama manusia, tetapi juga antara manusia dan alam.
“Saudara kita adalah yang seudara dengan kita. Ketika manusia gagal menjaga lingkungan, maka yang terjadi bukan hanya kerusakan ekosistem, tetapi juga ketimpangan sosial dan penderitaan yang dialami oleh sesama,” paparnya.
Prinsip ini, lanjut Muchlis, sejalan dengan Deklarasi Istiqlal, yang ditandatangani pada 5 September 2024 oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar. Deklarasi ini menegaskan bahwa agama memiliki peran dalam menjaga keberlanjutan bumi sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual.
“Deklarasi ini menekankan bahwa tidak ada perdamaian tanpa keadilan, dan tidak ada keadilan tanpa kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, menjaga alam bukan sekadar tugas ekologis, tetapi juga bagian dari amanah iman dan ibadah kepada Allah,” tandasnya.