Gemerlap Liga Malaysia Lengkapi Penderitaan Persib

Selebrasi pemain Persib Bandung di Final Piala Presiden
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
Bus Persib Kecelakaan Gara-gara Rem Blong
- Persib Bandung akhirnya harus kehilangan satu pilar andalan lagi, yakni Ahmad Jufrianto. Dia dikabarkan lebih memilih hengkang dari Bandung dan mencoba peruntungan di Liga Malaysia.

Bus Rombongan Persib Kecelakaan

Pemain yang akrab disapa Jupe itu memang belum memberikan keterangan resmi mengenai kepastian masa depannya. Namun, Manajer Persib, Umuh Muchtar memberikan sinyal mengenai kebenaran kabar tersebut.
Pindah Kandang Dinilai Rugikan Persib


"Sudah ada komunikasi dan pamitan. Jelas bangga karena banyak pemain Persib yang dilirik klub-klub Malaysia," ungkap Umuh.

Kabar ini menjadi pukulan telak kesekian kalinya untuk jawara Indonesia Super League 2014. Sebab, sebelumnya Maung Bandung juga telah ditinggalkan oleh dua legiun asing, yakni Makan Konate dan Ilija Spasojevic.

Kedua pemain tersebut bahkan sudah menandatangani kontrak dengan klub peserta Liga Malaysia. Konate bergabung dengan Terengganu FA, di mana musim depan akan dilatih oleh Rahmad Darmawan.


Sedangkan Spaso melanjutkan kariernya di kompetisi kasta kedua Negeri Jiran bersama Melaka United. Bomber asal Montenegro tersebut mengaku meninggalkan Persib dengan cukup berat hati.


Dia mengaku masih belum bisa melupakan kehangatan yang diberikan oleh Bobotoh. Meski tidak sampai semusim berseragam Maung Bandung, tetapi dia sudah memberikan satu trofi gelar juara turnamen Piala Presiden.


"Sebenarnya, keputusan yang sulit karena saya sudah nyaman berada di Persib. Tapi, saya harap semuanya mengerti dan memberi dukungan kepada saya walau sudah tak lagi bersama Persib. Pasalnya, Persib dan Bobotoh selalu ada di hati saya," ungkapnya.


Kisruh Sepakbola Nasional Jadi Pemicu


Eksodus besar-besaran pemain Persib ke Malaysia tidak terlepas dari kisruh sepakbola nasional yang tak kunjung usai. PSSI dan Kemenpora seperti tidak pernah lelah bertikai, sehingga kompetisi sepakbola jadi mati suri.


Tanpa kejelasan mengenai keberlangsungan kompetisi, memilih bertahan di Indonesia menyimpan risiko yang cukup besar bagi ketiga pemain tersebut. Bermain dalam turnamen-turnamen yang ada, tidak memberikan jaminan mereka bisa mendapatkan bayaran setimpal.


Hal itulah yang membuat manajemen Maung Bandung sulit untuk menahan kepergian para pemain pilar. Mereka sadar, para pemain juga membutuhkan pemasukan untuk membiayai hidup mereka.


"Kalau diminta bertahan juga pastinya sangat sulit dan tidak mungkin karena situasi sepakbola Indonesia sendiri seperti ini (kisruh)," tutur Umuh mengomentari kepergian Spaso.


"Dia punya keluarga, istri dan anak yang harus dinafkahi. Jadi kita semua juga harus memaklumi keputusannya. Kalau diam dan bertahan di sini, ya pasti nganggur karena kompetisi tak jelas," tambah pria berkumis tebal tersebut.


Gaji di Negeri Jiran Lebih Besar


Selain mandeknya kompetisi sepakbola di tanah air, para pesepakbola yang memilih hijrah ke Liga Malaysia juga tergiur bayaran yang cukup besar. Jika ditaksir, jumlahnya bisa dua kali lipat dari yang biasa mereka dapatkan di Indonesia.


Sebagai ilustrasi, Terengganu FA disebut membayar jasa Konate Rp2,7 miliar per musim. Jumlah tersebut membuat apa yang diterimanya dari Maung Bandung tidaklah seberapa.


Masa depan bermain di Liga Malaysia pun lebih menjanjikan bagi para pesepakbola. Industri olahraga yang kondusif, membuat mereka tidak perlu was-was akan mengalami penunggakan gaji.


Pemain asal Indonesia yang bermain bersama Selangor FA, Andik Vermansyah menjadi salah satu bukti nyata. Dua musim bermain di Negeri Jiran, pundi-pundinya semakin menebal.


Pemain kelahiran Jember, Jawa Timur itu baru saja mendapatkan hadiah besar dari manajemen Selangor. Usai membawa klub berjuluk Raksasa Merah meraih gelar juara Piala Malaysia, kontraknya diperpanjang dua tahun disertai dengan peningkatan gaji.


"Insya Allah 2 tahun lagi lanjut di Malaysia. Nilai kontrak naik, tapi tak sampai 100 persen. Yang penting gaji lancar," ungkap eks pemain Persebaya 1927 tersebut.


Fenomena pesepakbola Indonesia hijrah ke Negeri Jiran masih mungkin terus terjadi. Sebab, baik PSSI maupun Kemenpora hingga kini belum sedikit pun memberi sinyal positif untuk berdamai.


Demi prestasi dan mencari nafkah, sepertinya mencoba peruntungan ke luar negeri bisa dijadikan alternatif utama. Yang jelas, fenomena ini bisa sekaligus menjadikan cambuk para pemangku kepentingan untuk segera mencari solusi perdamaian terbaik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya