Warna-warni Keberagaman di Kelas Multikultural Pangandaran

Ai Nurhidayat dan Para Siswa Kelas Multikultural di SMK Bakti Karya Pangandaran
Sumber :
  • istimewa

VIVA – Terletak sekitar 20 kilometer dari pantai wisata Pangandaran, sekolah gratis bernama SMK Bakti Karya ini berdiri. Bukan sebuah sekolah biasa, karena di sini, murid-muridnya berasal dari berbagai penjuru Nusantara. 

Giliran Pangandaran Digoyang Gempa, Terasa Sampai Banyumas dan Kebumen

Dibuka sejak tahun 2011 dan beroperasi dengan manajemen baru pada Januari 2015, SMK Bakti Karya di Desa Parigi ini sudah punya 80 siswa dari 18 provinsi di Tanah Air, dari Barat hingga Timur Indonesia. Ada yang dari Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Selayar, Jeneponto, Maluku, Papua Barat (Tambraw), Papua, Flores, DKI, dan sebagainya.

SMK dengan jurusan multimedia ini menjunjung tinggi semangat multikultural dalam kehidupan sehari-hari yang mereka tuangkan juga dalam program bernama Kelas Multikultural. Program ini merupakan sebuah gerakan publik yang dibuat untuk belajar menerima, mengapresiasi, memberi tempat, dan melindungi kebhinekaan Indonesia. 

Ulama dan Kiai di Pangandaran-Ciamis Yakin Ganjar-Mahfud Dapat Benahi Penegakan Hukum di Indonesia

Ai Nurhidayat, penggagas Kelas Multikultural ini menjelaskan, program tersebut tak lain adalah sebuah kampanye tentang bagaimana kita menerima perbedaan yang tak bisa dibantah, atau alamiah, bawaan dari lahir, seperti agama dan suku misalnya. Baginya, perbedaan itu harus diterima, diapresiasi, dan diberi tempat agar kedamaian bisa terwujud.

"Toleransi itu bukan permisif, bukan membolehkan segala hal atau ngalah, tapi respect, empati, menghargai menghormati orang sesuai dengan proporsinya. Sudah pasti dia akan mengupayakan perdamaian," kata Ai kepada VIVA saat dijumpai di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Jawaban Menohok Ridwan Kamil saat Disebut Hanya Jadikan Guru Pangandaran Husein Ali Sebagai Konten

Ai mengatakan, salah satu harapannya adalah setiap daerah, paling tidak punya satu sekolah multikultural. Dia membayangkan, jika tiap kabupaten punya 100 siswa multikultural, maka dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia, akan ada 50 ribuan orang yang belajar di luar daerahnya.

"Artinya, mereka belajar menerima juga perbedaan itu. Eksposur budaya bukan cerita lagi, tapi dialami dalam keseharian. Orang Papua bukan hanya belajar di Jawa, tapi juga di Aceh, Sumatera, Kalimantan, begitu juga sebaliknya," dia menambahkan.

Pertukaran semacam itu pun memungkinkan jembatan-jembatan perhubungan budaya semakin banyak. "Begitu ada konflik horizontal yang sifatnya suku budaya atau kelompok masyarakat, kan tinggal ketemu. 'Bro udah lah,' kan mereka saling kenal," Ai menerangkan.

SMK Bakti Karya juga memberikan beasiswa penuh kepada para siswanya, termasuk tiket pesawat, biaya sekolah, tempat tinggal, makan, hingga buku-buku. Ai mengatakan, pihaknya juga membuka program donasi, seperti Bakti Karya Fellow atau Kakak Asuh yang tak hanya mendukung secara finansial para siswa, tapi juga menyemangati mereka.

Kelas Multikultural di SMK Bakti Karya Pangandaran

Siswa di Kelas Multukultural SMK Bakti Karya Pangandaran. (dok. istimewa)

Menjalani tahun ajaran ketiga, SMK ini rupanya sudah mengantongi sejumlah prestasi membanggakan. Salah satunya, pada perayaan Hari Pendidikan Nasional 2018, SMK ini mendapat penghargaan sebagai satu-satunya sekolah yang mewujudkan nilai Pancasila dalam laku pendidikan. Penghargaan tersebut diberikan oleh MPR RI, BPIP, Kaukus Pancasila, dan Yayasan Cahaya Guru. 

Sayangnya, Ai mengaku belum menerima perhatian apapun dari pemerintah pusat. "Pemerintah pusat belum pernah ngasih apa-apa, alasannya siswanya sedikit. Baru 80 orang, untuk dapat bantuan itu minimal 150 orang," katanya.

Meski begitu, Ai tak pantang menyerah. Sekolah yang dibangunnya punya banyak dukungan dari berbagai pihak, salah satunya para relawan yang berbagi lewat kelas inspirasi.

Kelas inspirasi diisi oleh para relawan dari berbagai kota, bahkan negara lain. Tercatat, hingga saat ini, SMK Bakti Karya sudah kedatangan relawan dari 16 negara. Mereka mengetahui informasi dari media sosial, aktivis kota lain, hingga pemandu tur di Pangandaran.

"Datang ya minimal perkenalan, saling berbagi, entah ngobrol, diskusi saja sampai bikin seminar atau pelatihan," ujarnya.

Kelas inspirasi digelar setiap hari Sabtu. Namun karena jumlah relawan yang terus menambah, kelas itu pun sering kali dibuka di hari lain, tergantung kedatangan para relawan. 

Menariknya, Ai juga punya Kampung Nusantara yang menjadi magnet lain Kelas Multikultural.

Kampung Nusantara

Kampung Nusantara

Rumah warga dicat bertema nusantara di Kampung Nusantara Pandandaran. (dok. istimewa)

Kampung Nusantara sebenarnya adalah kampung di mana SMK Bakti Karya berada. Kampung itu disulap menjadi penuh warna dan nuansa berbagai budaya Nusantara. Rumah warga dicat, digambar, dengan konsep wilayah tertentu.

"Tembok rumah digambarin Papua, terus ada anak Papua tinggal di situ. Makanya gue rencana bikin workshop Papua, Bahasa Papua dari orang Papua langsung. Warga biar ikut kenal, karena yang dilakukan itu mendidik anak yang punya rumah juga, masyarakat juga. Kan pendidikan bukan mencerdaskan kehidupan anak sekolah tapi mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya sambil menyesap minuman manis di gelasnya.

Kampung Nusantara menjadi rumah singgah, hotel rakyat, begitu Ai menyebutnya, bagi para pengunjung, bahkan wisatawan. Di sini, relawan bisa tinggal berdampingan dengan warga asli, hanya dengan biaya murah. Biasanya, tarifnya sekitar Rp50 ribu saja per rumah dan langsung diserahkan ke pemilik.

Kampung Nusantara

Siswa Kelas Multikultural berbaur dengan warga di Kampung Nusantara Pangandaran. (dok. istimewa)

"Kalau mau makan di situ, tambah Rp50 ribu mereka yang masakin. Ada biaya Rp20 ribu ke panitia Kampung Nusantara, bayar sekali saja buat bikin tong sampah bagus atau kegiatan pemberdayaan lain, misal tanam-tanam apa," tambahnya.

Tertarik mengunjungi Kelas Multikultural dan Kampung Nusantara? Sekolah dan kampung unik ini beralamat di Jl. Raya Cintaratu, Desa Cintakarya, Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Kampung Nusantara

Anak-anak bermain di depan rumah warga Kampung Nusantara Pangandaran. (dok. istimewa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya