Tiap Tahun, 17,6 Miliar Ton Sampah Plastik Dibuang ke Laut

Ilustrasi sampah di pantai.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Organisasi konservasi laut global, Oceana mendukung sepenuhnya upaya peningkatan transparansi perikanan dunia dan pengurangan produksi plastik pada pertemuan Our Ocean Conference yang dilaksanakan pada 29-30 Oktober 2018 di Nusa Dua, Bali.

Dua Sisi Sampah Plastik, Ramah Kantong tapi Tidak untuk Kesehatan

Pada keterangan resminya di Nusa Dua, Chief Policy Officer Oceana, Jacqueline Savitz menuturkan, saat ini laut menerima ancaman yang serius yang harus ditangani segera, yaitu sampah plastik.

“Setidaknya ada 17,6 miliar ton sampah plastik masuk ke lautan tiap tahunnya,” kata Jacqueline, Minggu 28 Oktober 2018.

Upaya Mahasiswa Kurangi Sampah Plastik, Kompak Lakukan Ini

Ya, sampah plastik tak hanya mengancam laut Indonesia, tapi juga hampir seluruh negara di dunia.

“Banyak perusahaan yang terus-menerus menggunakan kemasan plastik, menghancurkan tempat-tempat yang indah seperti Bali. Kita telah membuang satu truk sampah plastik ke laut setiap menitnya,” ujarnya.

Audit Sampah Sungai Watch Dinilai Tidak Merepresentasikan Kondisi di Indonesia 

Ia pun mengatakan bahwa mendaur ulang dan pengunaan kembali (reuse) sampah plastik bukan merupakan jalan ke luar dari masalah ini. Yang harus dilakukan adalah mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengurangi jumlah plastik yang mereka produksi dan mencari solusi alternatif untuk tempat pembuangan limbah plastik ke tempat yang tak akan mencemari lingkungan, khususnya laut.

Chief Executive Officer Oceana, Andrew Sharpless mengungkap fakta lain dari laut. Ia mengatakan, sekitar sepertiga dari stok ikan dunia telah ditangkap secara berlebihan. “’Bajak laut modern terus menjarah lautan kita, mengancam negara-negara yang bergantung pada makanan laut sebagai sumber utama protein mereka,” kata Andrew di kesempatan yang sama.

Metode penangkapan ikan yang merusak seperti pukat harimau (bottom trawling) terus merusak karang-karang yang sudah berumur lama dan spesies di bawahnya. “Nelayan terus membuang makanan laut dan satwa liar yang secara tidak sengaja ditangkap digunakan sebagai umpan,” papar dia.

Kehidupan laut yang penting seperti hiu bahkan terus-menerus menurun jumlahnya akibat dari penangkapan yang berlebihan. Yang mengerikan adalah praktik pemotongan sirip ikan hiu yang brutal dan membuang tubuhnya begitu saja di laut.

“Kampanye Oceana untuk meningkatkan transparansi dalam hal pengelolaan manajemen perikanan dan menggunakan pendekatan anta -negara untuk memenangkan dan mendapat kebijakan yang dapat memulihkan dan meningkatkan kelimpahan laut,” tutur dia.

“Indonesia telah menerapkan contoh yang penting dengan membuat data palacakan kapal (vessel tracking data) agar dapat terbuka di ranah publik dan sekarang Peru telah mengikutinya. Pergerakan global transparansi dimulai dari sini, di Indonesia,” tambah Andrew.

Sebagai informasi, Our Ocean Conference menghadirkan pemimpin dari seluruh dunia untuk membuat komitmen nyata dan yang dapat diterapkan untuk menjaga dan menyelamatkan laut. Sejak 2014, konferensi Our Ocean telah menghasilkan dana sebanyak US$18 milliar (Rp273,9 triliun) untuk konservasi dan telah melindungi lebih dari 12 juta kilometer persegi laut

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya