Kurangi Sampah Pakai Ekonomi Sirkular, Apa Sih Maksudnya?

Sedotan plastik.
Sumber :
  • Pixabay/rkit

VIVA – Konsep ekonomi sirkular mungkin belum menjadi hal yang banyak dikenal di Indonesia. Padahal, ini bisa menjadi solusi bagi permasalahan sampah di Indonesia.

Petugas Kebersihan di Tangerang Angkut 3 Ribu Ton Sampah per Hari Selama Idul Fitri

Menurut Deputi IV Bidang Koordinasi SDM, IPTEK, dan Budaya Maritim Koordinator Kementerian Kelautan Republik Indonesia Dr.Ir. Safri Burhanuddin, DEA, ekonomi sirkular adalah di mana tidak ada satu barang pun menjadi sampah tapi dapat digunakan kembali. Misalnya, produksi plastik dijadikan barang jadi yang bisa dipakai berulang kali. Akhirnya, sampah pun terminimalisir.

"Ini yang sekarang kami coba terapkan di Indonesia," kata Safri usai menjadi panelis dalam forum SCG SD Symposium 10 Years di Bangkok, Thailand, Senin, 26 Agustus 2019.

Angkut Ratusan Ton Sampah saat Libur Lebaran, Pemkot Tangsel Catat Ada Kenaikan 10 Persen

Tapi, tentu saja masih perlu kampanye dan edukasi ke masyarakat agar hal ini bisa benar-benar berjalan. Faktanya, sampah yang bisa dikelola masih 67 persen. Sedangkan, 30 persennya masih belum dikelola. Berbeda dengan Jepang yang sudah nol persen sampah yang tak terkelola.

Menurut Safri, jika sampah ini sudah dikelola seluruhnya, baik organik dan non-organik, ini bisa dimanfaatkan dalam ekonomi sirkular.

Proyek Pengolahan Sampah Jadi Energi di Bekasi Terancam Gagal Karena Tata Kelola Buruk

"Persoalan sekarang adalah bagaimana meng-collect-nya," lanjut Safri.

Ekonomi sirkular baru bisa berjalan bila pengumpulan sampah juga berjalan baik. Di Indonesia, sistem pengumpulan sampah belum berjalan baik, meski di beberapa daerah seperti Surabaya dan Jakarta sudah berjalan baik.

Safri pun menyarankan agar sistem pengumpulan sampah bisa dibantu oleh sektor swasta. Sebab, pengelolaan adalah kunci utama.

"Kami sarankan, ini ada task force untuk kendalikan sampah laut. Pemerintah punya komitmen ini untuk kendalikan sampah laut, 70 persen sampah laut, 30 persen untuk penanganan masalah pemilahan," kata Safri.

SCG SD Symposium 10 Years di Bangkok, Thailand.

Pemecahan masalah seperti ini juga yang menjadi fokus Forum Sustainable Development (SD) Symposium yang ke-10. Simposium yang dilaksanakan di Centara Grand, Bangkok, Thailand, pada Senin, 26 Agustus 2019 ini mengangkat tema 'Circular Economy - Collaboration for Action'.

SD Symposium yang digelar oleh SCG ini bertujuan mendorong kolaborasi dan jejaring antara sektor bisnis, publik, dan pemerintah untuk mendukung pembangunan keberlanjutan yang lebih baik bagi dunia. Pemimpin terkemuka dari Indonesia, bersama dengan jajaran otoritas global, para pemimpin bisnis dan eksekutif dari berbagai negara, diundang untuk bertukar pikiran dan pengalaman seputar Circular Economy.

“Dari tahun ke tahun kami selalu berusaha membangun kesadaran para pemimpin dunia untuk melihat dampak model industri ekstraktif take-make-waste. Ekonomi sirkular bertujuan untuk mendefinisikan kembali pertumbuhan, dan fokus pada manfaat positif yang lebih luas," ujar Presiden dan CEO SCG Roongrote Rangsiyopash.

Ia menambahkan, banyak perusahaan telah mulai menerapkan konsep ekonomi sirkular untuk produk mereka. Misalnya, Timberland telah bermitra dengan Omni United, produsen ban, untuk memproduksi sepatu menggunakan ban daur ulang.

Sepatu merupakan salah satu pengguna bahan baku karet terbesar. Setelah ban mencapai akhir usia produknya, mereka diolah menjadi karet remah. Karet remah diolah lagi menjadi lembaran karet untuk sol sepatu Timberland.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya