Demi Selamatkan Bumi, Yuk Ganti Sedotan Plastikmu

Sedotan plastik.
Sumber :
  • Pixabay/CC0 Public Domain

VIVA – Saat ini Indonesia tengah memasuki fase darurat sampah. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menaksir timbunan sampah di Indonesia pada 2020 mencapai 67,8 juta ton. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk. 

Pemkot Tangsel Tiap Hari Berjibaku Atasi 1000 Ton Sampah, Benyamin: Persoalan yang Serius

Salah satu jenis sampah yang mengkhawatirkan adalah sampah plastik. Di mana jenis sampah ini membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk dapat terurai dan hancur. Dan sedotan plastik tentu menjadi salah satunya. 

Direktur Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dra. Jo Kumala Dewi, M.Sc, mengungkap, ada 93,2 juta unit sedotan yang dipakai di Indonesia. 

Peringati Hari Bumi Sedunia, IMIP Tanam 1.000 Pohon Pelindung

"Dan katanya kalau panjang barisan sampah sedotan itu selama sepekan aja 117.449 kg, itu setara dengan 3 keliling bumi. Kebayang berapa banyak sedotan kalau dibariskan setara dengan jarak Jakarta - Mexico City," ujarnya saat webinar Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN): Frisian Flag Indonesia Hadirkan Kebaikan Sedotan Kertas, Memulai Perubahan Kecil untuk Bumi yang Lebih Baik #JagaGiziJagaBumi, yang digelar belum lama ini. 

Dewi menyadari, sedotan plastik menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Siapa pun itu, setiap hari berkemungkinan untuk menggunakan sedotan. Bahkan saat sekolah, tak sedikit yang menjual minuman dengan wadah plastik dan sedotan. 

Petugas Kebersihan di Tangerang Angkut 3 Ribu Ton Sampah per Hari Selama Idul Fitri

"Sedotan plastik, berapa lama sih itu bisa terurai kembali ke bumi. Itu macem-macem, dari mulai kantong plastiknya itu sekitar puluhan tahun, bahkan kalau botol bisa sampai ratusan tahun," lanjut dia. 

Photo :
  • VIVA/ Sumiyati

Selain itu, Dewi juga mengungkap kejadian di Balai Taman Nasioanl Wakatobi, Sulawesi. Di mana ada seekor paus yang terdampar dan mati. Ketika perutnya di bedah, sebagian besar isinya adalah sampah plastik. 

"Ada plastik keras, ada serpihan kayu, gelas plastik, tali rafia, ada karung nilon. Yang jumlahnya bukan cuma satu dua, tapi ratusan. Sebenarnya kalo ditanya ini sampahnya siapa? Ya, kita semua. Mungkin sampah saya juga ada di situ kali ya," kata dia. 

Lebih lanjut, Dewi mengatakan ada sampah-sampah yang tidak dikelola di tempat pembuangan akhir (TPA) yang akhirnya mengalir ke laut. Menurut dia, ada beberapa sungai di DKI Jakarta yang ujungnya bermuara di laut. Dan paling besar sumbangannya adalah kali Ciliwung. Info selengkapnya, buka halaman berikutnya. 

Maka dari itu, upaya sekecil apapun akan sangat berdampak. Termasuk dengan mengganti sedotan plastik dengan sedotan guna ulang atau kertas. "Karena kalau kita lihat, setiap orang di muka bumi Indonesia saja, pasti sudah menggunakan sedotan tiap harinya untuk minum," tutur Jo Kumala Dewi. 

Berada dalam ruang diskusi yang sama, Waste Management Trainer, Waste4Change, Saka Dwi Hanggara, menjelaskan langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk menanggulangi sampah plastik. 

"Yang pertama dan utama menurutku adalah 3R, Reduce, Reuse, Recycle. Tapi di Indonesia, di bagian 'reduce' atau menguranginya masih sangat sedikit sekali. Dan bagian yang paling banyak adalah di TPA-nya," kata dia. 

Artinya menurut Saka, dengan skema seperti itu kita hanya mereduksi sedikit sampah, lalu membawa sampah kita sebanyak mungkin ke TPA. Menurut Saka, ini adalah paradigma yang salah.

"Seharusnya di bagian reduce-nya banyak, di TPA-nya sedikit. Artinya, kalau masih bisa dikurangi, gak usah beli, gak usah pakai, silakan lakukan. Kalau memang sudah gak bisa, gak masalah. Beli aja tapi pastikan bisa digunakan ulang. Kalau udah gak bisa di-reuse baru kita bawa ke daur ulang. Dengan cara kita kirim ke bank sampah," pungkas dia. 

Saka menambahkan, jika sampah yang dihasilkan sudah tidak bisa melalui tahapan-tahapan tersebut, baru dibuang ke TPA. Dengan begitu, sampah yang berakhir di TPA akan lebih sedikit. Namun, menurut Saka, perihal sampah, ada hal penting lagi selain menerapkan 3R. 

"Yaitu pemilahan sampah. Nah, ini kasusnya untuk sampah-sampah yang terpaksa dibuang. Ini jangan dibuang sembarangan, buanglah secara terpilah. Artinya tempatkanlah sampah kalian di tempatnya masing-masing. Sampah organik di organik, ada contohnya di situ. Sisa makanan, buah-buahan," tuturnya. 

Jika sampah sudah dipilah, Saka mengatakan, sampah-sampah tersebut bisa dibawa ke sektor-sektor yang mampu mendaur ulang. Untuk sektor informal, ada pemulung dan pengepul. Sementara sektor formal, ada bank sampah atau TPA 3R, bagi kalian yang tinggal di wilayah kabupaten. 

"Lalu, terakhir ada juga sektor-sektor swasta, seperti Waste4Change, ada program-program yang bisa kalian gunakan. Seperti Personal Waste Management (PWM), di mana kita jemput sampah temen-temen ke rumah. Dan juga ada Senior Waste, di mana temen-temen bisa mengirimkan sampah terpilahnya ke kami gratis, ongkosnya aja bayar sendiri," kata Saka Dwi Hanggara. Berikutnya kampanye #JagaGiziJagaBumi digaungkan.

Sementara itu, turut membantu mengurangi sampah plastik dan menjaga kelestarian bumi, Frisian Flag menginisiasi kampanye #JagaGiziJagaBumi, yang turut disampaikan oleh Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia, Andrew F. Saputro. 

"Kami menghadirkan inovasi kebaikan sedotan kertas yang ramah lingkungan pada produk susu cair siap minum rendah lemak andalan kami, Frisian Flag Low Fat 225 ml, varian Belgian Chocolate, French Vanilla dan Californian Strawberry," pungkas dia. 

Andrew lebih lanjut menjelaskan, demi memberikan keamanan dan kenyamanan konsumen, sedotan kertas yang diproduksi juga telah melalui uji pangan, food grade certified, dan bebas gluten alergen. 

"Material yang kami pilih menggunakan bahan yang ramah lingkungan, dapat didaur ulang (recyclable) dan telah mendapat sertifikasi FSC (Forest Stewardship Council)," sambung dia. 

Dalam kesempatan tersebut, Andrew turut memberikan edukasi terkait cara baru menikmati susu dengan menggunakan sedotan kertas, yaitu dengan memperkenalkan langkah rekomendasi 4S. 

"Sedotan dikeluarkan tanpa mencopot plastik pada kemasan. Susu dihabiskan. Sedotan dimasukkan kembali ke kemasan agar tidak tercecer. Sampah dibuang di tempatnya," terang Andrew. 

Terakhir, Frisian Flag Indonesia juga mengajak generasi muda untuk bersama-sama memulai perubahan kecil, untuk memberikan dampak besar bagi lingkungan. Dimulai dari penggunaan sedotan kertas melalui inisiatif #JagaGiziJagaBumi, serta mengajak konsumen turut berkontribusi dalam menyelamatkan hingga 10 ton limbah plastik. 

"Kehadiran kebaikan sedotan kertas pada produk susu cair siap minum rendah lemak kami menjadi langkah awal perusahaan dalam menghadirkan produk dan kemasan yang lebih ramah lingkungan. Ke depan, inisiatif ini akan terus kami lanjutkan dan kami perkuat, guna mewujudkan komitmen 100 persen kemasan yang dapat didaur ulang pada 2025 mendatang," tutup Andrew F. Saputro.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya