Sekelumit Problema Penyandang Disabilitas Hadapi Pandemi COVID-19

Ilustrasi penyandang disabilitas/kaum difabel.
Sumber :
  • Freepik

VIVA – Penyandang disabilitas adalah salah satu kelompok yang memerlukan perhatian khusus, terutama selama pandemi COVID-19. Dampak parah dan berkepanjangan yang ditimbulkan pandemi COVID-19 kepada hampir seluruh penduduk Indonesia, nyatanya lebih berdampak bagi penyandang disabilitas.

Buka Bersama Perhimpunan Tionghoa, Istri Gus Dur Ingatkan Kemajemukan Indonesia

Hal tersebut dipengaruhi sejumlah faktor, seperti kecenderungan rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan akses pasar tenaga kerja, tingginya biaya hidup untuk berbagai kebutuhan seperti alat bantu dan perawatan kesehatan, rendahnya pendapatan, serta tingginya tingkat kemiskinan dengan penduduk bukan penyandang disabilitas.

Kerentanan tersebut juga dipengaruhi oleh gender, di mana perempuan dengan disabilitas menghadapi hambatan yang lebih besar dibandingkan laki-laki penyandang disabilitas.

Kompak Sebut Bansos Tak Terkait Pemenangan Paslon, Ini Poin Penting Kesaksian 4 Menteri di MK

Pemerintah Indonesia harus melaksanakan penekanan kebijakan bagi penyandang disabilitas, tak hanya melalui bantuan sosial, tetapi juga dengan peningkatan akses ekonomi produktif.

“Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018, penyandang disabilitas merupakan subjek pembangunan yang berarti dipertimbangkan sebagai penentu pembangunan karena keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga pembangunan tersebut dapat dirasakan oleh penyandang disabilitas,” ujar Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Maliki dalam sambutan pembuka Webinar Diseminasi Hasil Studi: Dampak COVID-19 terhadap Penyandang Disabilitas di Indonesia yang diselenggarakan secara daring, Kamis 12 Agustus 2021.

Berprestasi di Ajang Internasional, Atlet NPC Sumut Diguyur Bonus Rp3,1 Miliar

Untuk itu, perluasan program Perlindungan Sosial (Perlinsos) perlu dilakukan dengan cepat dan tepat, terutama kepada kelompok rentan dengan keterbatasan akses seperti penyandang disabilitas yang menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, diperkirakan berjumlah 6,2 juta orang atau 2,3 persen dari total populasi, dengan status disabilitas sedang dan berat, seperti dalam rilis Kementerian PPN/Bappenas kepada VIVA.

Pemangku kebijakan harus mengembangkan intervensi yang sesuai dengan potensi dan hambatan penyandang disabilitas, tidak hanya sebagai respons di masa krisis seperti pandemi COVID-19, tetapi juga sebagai strategi jangka panjang untuk pemulihan pascapandemi di sektor perlindungan sosial, penghidupan, kesehatan, dan pendidikan.

Sebagai salah satu acuan reformasi perlinsos untuk penyandang disabilitas, Kementerian PPN/Bappenas didukung Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan atau KOMPAK, Menuju Masyarakat Indonesia yang Kuat dan Sejahtera atau MAHKOTA dan Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas merampungkan studi inklusif terkait COVID-19 yang menyasar penyandang disabilitas.

Studi kuantitatif tersebut dilakukan pada April 2020, melibatkan 1.683 responden dari seluruh Indonesia, dan dilanjutkan dengan studi kualitatif pada Juli-Agustus 2020 yang mencakup 78 informan di tujuh wilayah yang mewakili Indonesia Timur, Tengah dan Barat, serta wilayah perkotaan dan pedesaan.

“Selain mampu melindungi masyarakat rentan dalam menghadapi krisis, perluasan program perlindungan sosial di masa pandemi COVID-19 diharapkan mampu menstimulus perekonomian sehingga efektif dalam mencegah kondisi krisis yang jauh lebih buruk,” lanjut Maliki.

Survei yang dilakukan Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas untuk respons inklusif COVID19 di Indonesia di awal pandemi, yakni di April 2020, melaporkan proporsi yang signifikan, yakni penurunan pendapatan bagi 86 persen penyandang disabilitas yang secara umum bekerja di sektor informal.

Pemberlakuan aturan untuk menjaga jarak fisik dan pembatasan aktivitas sosial selama pandemi membawa dampak paling besar terhadap mereka yang mengandalkan interaksi langsung dalam melaksanakan pekerjaan seperti terapis pijat, penata rambut, dan lain-lain.

Lebih jauh lagi, tercatat hanya sekitar 40 persen responden yang sudah menerima setidaknya satu program bantuan sosial dari pemerintah, di mana hanya empat persen dari mereka yang menerima bantuan tunai.

Dalam situasi krisis, perempuan lebih cenderung jatuh miskin dibandingkan laki-laki, terlebih karena dalam situasi normal, perempuan mendapatkan penghasilan yang cenderung lebih rendah dibandingkan laki-laki. Perempuan juga lebih banyak menanggung tekanan finansial, fisik dan psikologis, terutama bila memiliki anak penyandang disabilitas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya