Terungkap, 99 Persen UMKM Gagal Berbisnis Karena Ini

Ilustrasi UMKM.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – UMKM adalah salah satu aspek kritikal penggerak roda perekonomian Indonesia. Akan tetapi, untuk memasuki dunia usaha itu sendiri, ada banyak hal yang perlu dipersiapkan serta dipelajari agar produk yang dijual sesuai dengan kebutuhan serta target pasar yang dituju.

Beli Properti Bisa untuk Rumah Tinggal Sekaligus Investasi Jangka Panjang

Menurut data Riset Pasar dari Evermos, sebuah social-commerce yang memiliki fokus pada pendampingan UMKM, yang diterbitkan oleh World Economic Forum tahun 2021, 99 persen UMKM gagal berkembang dikarenakan tidak sesuainya produk yang dihadirkan dengan kebutuhan pasar. 

Hal ini terutama sering menjadi tantangan utama kalangan usaha di kategori New Comer. Mereka yang dikategorikan New Comer merupakan bentuk usaha yang ada pada tahap baru saja dimulai. 

Ekonomi Digital di ASEAN Meningkat, HSBC Luncurkan Growth Fund Rp15,8 Triliun

Umumnya mereka masih terjebak dalam mengidentifikasi kecocokan pasar, memiliki penghasilan di bawah Rp1 miliar per tahun, memiliki kemampuan logistik dan produksi yang sangat terbatas atau bahkan tidak ada, serta hanya memiliki satu hingga dua saluran distribusi penjualan.

Penentuan produk untuk dijual adalah elemen utama yang perlu ditetapkan pada saat memulai usaha. Sayangnya, 99 persen UMKM yang terjebak di dalam kategori New Comer ini, masih sulit menentukan produk mana yang sesuai dengan pasar atau product market fit mereka, sehingga lebih berisiko gagal dalam mengembangkan bisnis ke depannya.

Catat Rekor Baru, Rukun Raharja Cetak Laba Bersih 2023 US$27,1 Juta

Salah satu cara untuk mengetahui product market fit adalah dengan melalui analisis data primer atau sekunder yang kini banyak bisa diperoleh secara digital. 

Data dari Kementerian Koperasi dan UKM pada 2 Juni 2021 sendiri menyebutkan jumlah UMKM yang onboarding atau telah masuk ke ekosistem digital telah mencapai angka 19 persen atau sekitar 12 juta. 

Dengan makin banyaknya UMKM yang bergabung di ekosistem digital, hal ini menunjukkan potensi jumlah data yang bisa diambil dan diolah oleh para pemilik usaha ini sebagai dasar analisis keputusan bisnis mereka.

"UMKM perlu memiliki kemampuan untuk membaca dan mengolah data. Baik untuk mereka yang baru memulai atau di tahap pengembangan, dengan bergerak dari data, para pemilik usaha dapat membuat kebijakan bisnis serta menangkap kebutuhan di pasar dengan lebih tepat," ujar Co-founder Evermos, Ilham Taufiq, dalam keterangannya, Rabu 1 Desember 2021. 

Secara singkat, data yang dibutuhkan para pelaku UMKM ini dapat diperoleh melalui Google Trends, hashtag di media sosial, hingga turun langsung ke lapangan. Namun, data ini pun tidak akan berarti tanpa diolah terlebih dahulu, sementara belum tentu semua pelaku usaha memiliki kemampuan untuk menarik analisis dari sebaran data yang ada. 

Sejalan dengan kebutuhan ini, Evermos dan Soka Institute, berinisiatif dalam membuat Riset Pasar untuk mengetahui produk serta kategori apa saja yang tengah digemari, dalam mendukung para pelaku UMKM untuk berkembang, serta menghindari kegagalan bisnis di tahap awal.

Riset dilakukan dengan melakukan analisa gabungan hasil penjualan produk tertinggi di platform online dan e-commerce, serta dikombinasikan dengan riset sekunder dari sumber pihak ketiga. 

Hasilnya, diketahui Makanan dan Minuman, Perlengkapan Rumah Tangga, serta Fashion Wanita, adalah kategori-kategori dengan pembelian produk tertinggi dalam satu tahun terakhir. 

Evermos menganalisis kategori yang paling sering dibeli dengan skala 1-100, dengan kategori Makanan Minuman berada di posisi teratas dengan skala 50.26, kemudian diikuti dengan Perlengkapan Rumah Tangga 33.36 dan Fashion Wanita 27.25.

"Hasil riset ini menjadi salah satu pedoman bagi para pelaku usaha dalam mencari peluang usaha," sebut Drs. Iwan Gunawan, M.M, selaku Direktur dari Soka Institute.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya