Kisah Bule Italia Jadi Mualaf Akibat Lockdown COVID-19

Ilustrasi datangnya hidayah.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Perempuan asal Italia merasakan pengalaman spiritual sejak pandemi COVID-19 melanda dunia. Dengan situasi dunia yang begitu kacau balau, bule itu memutuskan mualaf dan merasakan pencerah usai memahami Islam.

Kisah Inspiratif: Pecandu Alkohol Menjadi Mualaf Tersentuh Perilaku Muslim di Bulan Ramadhan

Pandemi COVID-19 yang melanda Italia hingga sempat lockdown menyadarkan bule ini bahwa sakit dan kematian selalu paling dekat dengan diri manusia.

Ia pun bersyukur telah memeluk agama Islam dan menjalani salat hingga membaca Al-Quran sehingga mendapat pencerahan.

Terungkap Alasan Denny Sumargo Belum Pilih Mualaf Meski Rajin Baca Al Quran

"Kupikir situasi corona ini membuatku menyadari bahwa kita benar makhluk Tuhan yang paling kecil. Aku tidak ingin kembali ke tempayku sebelum Islam. Itu seperti membuat mataku buta. Dan ketika aku memeluk Islam, aku mendapat sisi baru dunia," ungkapnya dalam kanal YouTube Juru Kunci Masjid.

Perempuan asal Italia masuk Islam pada bulan Juni 2020 lalu. Ia beragama buddha selama 10 thun. Sebelumnya, ia terlahir dan besar sebagai Kristen Katolik. Namun semasa hidupnya, ia selalu mencari jawaban dan perjalanan spiritual. 

Ini Sosok Irjen Mathius D Dakhiri, Kapolda Papua yang Merupakan Seorang Mualaf

"Mungkin ini seperti warisan kakek nenekku yang sangat relijius.Perjalanan ku ke islam sebenarnya tidak terduga," kenangnya.

Saat itu tahun 2010 silam, ia bertemu dengan seorang muslim asal Timur Tengah. Ia merasakan kebaikan dari sosok muslim yang ditemuinya.

Mereka pun bertukar pikiran mengenai agama yang diyakini masing-masing. Hingga akhirnya ia berkesempatan bertemu dengan keluarga Muslim tersebut langsung ke Timur Tengah.

Semasa di sana, pengalaman spiritualnya mengenal Islam dimulai dengan suara adzan yang memberinya perasaan berbeda. Bahkan, panggilan salat itu membuat bulu kuduknya berdiri dan hatinya bergetar.

"Jadi itu pengalaman pertamaku di negara muslim, itu sangat menyenangkan dan menakutkan. Saya ingat perasaanku saat pertama mendengar panggilan salat dan adzan. Itu membuatku merinding. Aku tidak mengerti tapi semua tampak begitu benar," sambungnya.

Ia ikut pergi ke mesjid pertama kali. Di situ ada seseorang yang memberitahunya akan dasar-dasar Islam, salat dan segalanya. Ia merasakan kebenaran tapi saat bersamaan ia juga mendengar banyak isu kontemporer dalam islam seperti homoseksualitas hingga perempuan dalam Islam. 

"Aku memiliki banyak prasangka. Jadi aku hanya menganggap itu pengalaman menyenangkan dan tidak mendalaminya lagi," ucapnya.

Hingga saat pandemi melanda, ia merasakan pengalaman pilu. Masalahnya bermula saat kesedihan tak berkesudahan hinggap di hatinya saat kehilangan orang yang dicintai. Pernikahannya pun berakhir di tahun yang sama.

"Ternyata itu satu titik di mana aku merasa agama buddha tidak berhasil untukku. Aku sungguh merasa tersesat," kenangnya.

Saat itu, ia pun terkenang pengalamannya ketika ke Timur Tengah. Hati kecilnya memutuskan untuk membuka Al-Quran dan membacanya untuk mencari jawaban kehidupan. Tak sekedar membaca, bule ini pun mulai mencoba mempelajari Islam lebih dalam.

"Jadi proses belajarku mulai dari 2 cara. Pertama, menghadiri kelas hari minggu dengan seorang syeikh di pusat budaya Islam di kotaku. Karena aku menemukan tantangan karena tidak mendapat materi dari bahasa italia, jadi aku menghadiri syeikh ini yang bisa berbahasa italia. Ternyata sangat indah," terangnya.

Cara kedua, yakni kerap mengikuti kelas online dalam bahasa Inggris sekaligus memahami bagaimana cara salat dan sebagainya. Jadi ia pun mulai belajar cara salat dan meninggalkan Buddha. 

"Aku baca Quran dengan seksama. Aku benar-benar haus ilmu," jelasnya.

Singkat cerita, Ramadhan tiba dengan kondisi pandemi. Bule Italia ini berhasil menyelesaikan puasa selama sebulan penuh. Hatinya pun merasakan kebenaran Islam di hatinya meski masih menyembunyikan dari keluarganya. Terlebih saat itu ia harus sembunyi-sembunyi beribadah di rumah saat lockdown di Italia.

"Alhamdulillah aku mampu berpuasa. Meski sudah merasakan Islam di hatiku, namun aku menyembunyikannya dari keluarga. Tapi aku selalu minta dikuatkan untuk memberitahu ibuku. Ibuku bereaksi dengan baik. Meski saya sangat takut," jelasnya.

Hingga akhirnya, bule ini juga berhasil mengucapkan kalimat syahadat melalui skype dengan Syeikh yang mengajarinya di Pusat Kebudayaan Islam. Perasaan bahagia yang membuncah, yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, kini meresap di jiwanya usai memeluk Islam.

"Itu perasaan yang begitu emosional. Aku sungguh merasa luar biasa. Aku merasa seperti terlahir kembali," katanya.

Usai setahun memeluk Islam, ia masih mencoba menghadapi tantangan, salah satunya mengubah gaya pakaian. Ia mengaku kerap berpakaian terbuka dan kala musim panas tiba, ia merasa kesulitan beradaptasi.

"Aku biasa berpakaian terbuka tapi aku mencoba menyesuaikannya denhan cara Islam. Aku merasa tertantang. Apalagi saat musim panas, aku mencoba berjuang karena suhu panas," tegasnya.

Namun, ia tetap mempertahankan Islam di hatinya dan berusaha berpakaian tertutup. Ia berharap agar sesegera mungkin bisa mengikuti perintah Allah SWT untuk memakai hijab.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya