Kisah Bule Mualaf, Jadi Muslim Usai Dibimbing Sholat di Penjara

Ilustrasi Alquran.
Sumber :
  • Freepik

VIVA – Kisah perjalanan panjang dari Amerika, kisah sangat menarik soal bule mualaf yang masuk islam sejak tahun 1991. Seorang pria bernama Ali membagikan kisahya di YouTube dan mengaku menjadi muslim usai sholat di penjara.

Atasi Masalah Kepadatan di Penjara, Israel Usulkan Hukum Mati Tahanan Palestina

Sejak kecil, Ali dididik menjadi kristen yang taat. Mulai dari belajar alkitab di hari rabu, sekolah minggu hingga pemuda malam. Meski orangtuanya bukan tipe yang relijius, namun Ali berusaha memahami agama yang dianutnya dari berbagai kegiatan.

"Mereka tipe orangtua yang percaya kristen, tapi mereka tidak terlalu religius. Sampai aku berusia 7 tahun," ujar Ali.

Pinjam Uang di Bank Syariah Apakah Riba? Ini Penjelasan Buya Yahya

Usia 4 hingga 8 tahun, Ali dibesarkan di peternakan. Ayah tirinya mengajari banyak hal mulai dari cara bersosialisasi serta berbagai kemampuan seperti memancing. Di usia dini, ayah dan ibunya bercerai sehingga Ali harus bolak balik ke Oregon dan California. Ali mengaku mengalami rasa kekristenan pertama yang paling dirasakan saat usia 7 tahun.

Ia mengunjungi ayahnya saat musim panas dan menghabiskan waktu dengannya sambil berbincang. Sang ayah mengatakan soal pengabdian pada kristus serta terkait 'darah yesus' yang kemudian membuat Ali mempertanyakan hal tersebut.

Pemobil Fortuner Diperintah Sang Kakak Buang Pelat TNI di Lembang, Polisi Turun Tangan

"Dia mengajakku ke gereja tapi aku belum pernah benar-benar mendalami," katanya.

Suatu ketika dirinya diajak ayah tiri ke gereja dan di sana ia menemukan keanehan. Di gereja, Ali merasakan pengalaman beribadah secara kristen mulai dari bertepuk tangan hingga menyanyikan lagu. 

"Jadi saya sangat aktif di komunitas kristen karena 3 kali seminggu akan ke gereja," jelasnya.

Di hari Rabu, Ali belajar alkitab pun menemukan kontradiksi. Di hari itu, injil dibacakan oleh bukan seorang pengkhotbah, lebih seorang guru alkitab muda. Saat itu usia Ali 14 tahun. 

"Saya mulai baca bible dan menemukan 2 kontradiksi," terangnya.

Di halaman berbeda, Ali merasa menemukan cerita yang sama namun nomor dan orang berbeda. Lalu Ali bertanya akan kontradiksi tersebut pada sang pengkhotbah. Namun jawabannya sangat mengejukan karena dia tak paham adanya kontradiksi itu.

"Sejak 14 tahun itu saya masih belajar bible, ke gereja, tapi tidak ada apapun di sini (hatiku)," tuturnya.

Ia mulai tak peduli soal agama dan menjalani kegiatan lain. Ali mulai merokok, memakai ganja, mabuk, dan kegiatan buruk lain. Maka ia berpikir cara terbaik memperbaikinya dengan masuk militer. Di sana Ali belajar soal tanggungjawab dan tetap membumi tapi tidak ada apapun dengan spiritual.

Menjalani hal buruk

Keluar militer, Ali tetap menjalani hal buruk seperti merokok ganja dan mabuk. Ali merasa punya segalanya namun tidak memiliki sesuatu di hati. Sampai akhirnya melakukan perampokan besar.

"Saya tidak butuh uang, hanya mau sensasinya, saya bosan dengan hidupku, jadi saya masuk penjara," ungkapnya.

Akhirnya, Ali dikirim ke penjara paling tinggi sistem keamanannya. Yang dirasakan Ali benar-benar berbeda karena dia di lingkungan dengan kelompok kriminal paling berbahaya. Ali mencoba untuk adaptasi meski ada beberapa kali berkelahi. Ali mengaku bahwa rasanya seperti di luar kendali tapi harus tetap menjalani hidup meski lelah secara fisik dan emosional.

"Saya menegaskan diriku hanya laki-laki biasa dan saya berjalan sendirian tidak dengan kelompok lain. Saya hanya lari mengelilingi trek. Dan saya lihat pria ini, pria Turki di seberang trek bernama Omar, saya tidak kenal," bebernya.

Omar memiliki kumis yang khas dan wajah yang mudah dikenali. Mendadak, Omar memotong dan melintasi trek lari Ali. Awalnya, Ali berpikir untuk menyiapkan fisik menghadapi Omar dan kawan lain karena banyak yang bertubuh kekar. Namun Omar justru bilang ingin berbicara padanya lalu bertanya soal Islam.

"Saya bilang, saya tidak tahu apapun soal Islam. Subhanallah, saat Allah SWT ingin menuntun seseorang, Allah tunjukkan dengan cara menakjubkan," kata dia.

Ali adalah sosok yang selalu bertanya soal alam semesta dan segala makhluk serta sistem kerja alam semesta. Omar pun mampu menjelaskan cara kerja alam semesta dengan baik. Omar menjelaskan bagaimana Allah SWT bisa mengatur bulan dan matahari hingga Ali merasa terpaku.

"Jadi dia selalu bicara soal alam dan rahmat serta tentang surat ar-rahman," katanya.

Dan sepanjang hari, Ali selalu berbicara soal Islam dengan Omar dan jawabannya membuat hati Ali terpukau terus menerus. Kerap berkesempatan untuk berdebat soal kristen dan Islam, Omar justru punya jawaban yang masuk akal dari Alquran dan alkitab. 

"Saya lihat di belakang Alquran dan melihat nama Ysus, moses, abraham, Mary, ayub, saya baru saja melewati dan cerita ini sama dengan di bible," jelasnya.

Awalnya Ali berpikir jika mirip dengan alkitab pasti ada kontradiksi. Tapi justru, Ali malah selalu membawa Alquran saat waktu senggang. Dan terpana dengan isi Alquran, terutama surat Ar-rahman

"Surat itu adalah yang paling hatiku cintai," akunya.

Ali lantas diundang ke 'Jumatan' oleh Omar untuk ibadah dan Ali segera menyanggupi meski tak paham apa yang akan dilakukannya. Kendati sudah memasukan Islam dalam qolbu, Ali masih enggan menjadi muslim karena stigma Islam terkait teroris. 

"Saya sangat terkesan dengan islam. Tapi bisikan syaiton saya sebagai orang kulit putih amerika, itu sulit," kenangnya.

Namun saat mulai ikut jumatan dengan status non-muslim, mendengar adzan, hatinya pun terpanggil. Adzan membuatnya tersentuh. Ia pun mulai wudhu dan tak bisa berhenti menjalaninya karena merasa bisa menyucikan diri sebelum ibadah.

"Masuk ke ruangan sholat dan imam akan berdiri dan khotbah serta bicara soal islam. Lalu solat dan baca Alquran. Tapi rupanya imam itu hafal Alquran, bukan baca. Bukan hanya imam itu tapi juga yang lain hafal surat itu. Ini hal yang membuat hatiku terpukau," ujarnya lagi.

Ali begitu terpana dengan konsep menghafal Alquran, fokus salat, dan saling mengingatkan saat salah. Ia pun mulai ikut gerakan shalat. Semua yang melakukan solat, apapun dosa mereka, mereka menjadi sangat rendah diri. 

"Lalu cara imam baca tilawah seperti saat dengar adzan, itu seperti wow. Panggilan adzan, cara imam solat, membaca dan hafal qiran, kerendahan hati saat solat, itu menbuatku takjub," ujarnya.

Dengan rentetan pengalaman berbeda di hari Jumat itu, Ali pun terkesima dan merasa terbuka hatinya menerima Islam. Ia lantas merasa siap menjadi muslim dan bersyukur dengan dukungan Omar serta orang-orang lain yang ada di ruang sholat tersebut.

"Aku melihat orang ini percaya, saudara muslim di penjara, saat semua tunduk untuk sujud, semua turun bersama. Saya melihat itu dan wow. Lagi, wudhu, hafal quran, adzan, sholat, dan mereka menunduk untuk sembah Allah. Hatiku benar-benar terbuka untuk bimbingan Allah. Di sana saya memutuskan setelah sujud dan menggema di hatiku, Islam kini benar-benar tak tertahankan bagiku," kata dia.

"Saya tahu saya kulit putih tapi saya harus jadi muslim. Dan Omar harus membuat pengecualian untukku karena saya mau jadi muslim," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya