5 Tips Tanggapi Opini di Media Sosial, Jangan Buru-buru Emosi

Ilustrasi aktivitas di media sosial.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Lifestyle – Dunia digital termasuk media sosial hakikatnya adalah sebuah ruang tanpa batas. Jagat digital kini juga telah menjadi dunia nyata kedua bagi manusia. Bahkan, dunia digital seringkali menjadi yang pertama dibanding dunia nyata. Hal itu karena hampir seluruh aktivitas manusia kini telah dapat dilakukan melalui ruang maupun media digital. 

Viral Motor Matik Diisi Minyak Kayu Putih Campur Bensin, Ini Kata Pakar

”Mulai dari bekerja, belajar, berbisnis, dan hiburan, semuanya kini bisa dilakukan di ruang digital,” ujar Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Dipa Makassar Komang Aryasa, pada webinar Literasi Digital ”Indonesia Makin Cakap Digital” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI untuk komunitas digital di wilayah Bali - Nusa Tenggara, Jumat 22 Juli 2022. 

Komang menyatakan, karena hampir semua aktivitas manusia bisa diselesaikan melalui media digital, maka pengguna digital perlu waspada dan berhati-hati saat berada di dunia maya. Kehati-hatian itu juga berlaku saat menyampaikan dan menyerap informasi di ruang digital.

Geger Seorang Remaja Alami Hal mengerikan Ini Gegara Ikut Challenge di Sosmed

”Pengguna digital (netizen) hendaknya mau membiasakan diri untuk melihat data, fakta, dan mengkonfirmasinya ketika menerima maupun meneruskan sebuah informasi,” tegas Komang di hadapan peserta diskusi virtual bertema ”Menjadi Pejuang Anti-Hoaks di Dunia Digital”.

Ilustrasi menggunakan internet di laptop.

Photo :
  • Freepik
Siap-siap Kesal Baca Berita tentang Model Ini

Komang menambahkan, dengan membiasakan diri melihat data, fakta, dan mengkonfirmasi sebuah informasi, hal itu akan menjauhkan pengguna digital dari paparan hoax yang bertebaran di beragam platform media digital, utamanya media sosial. Kebiasaan tersebut sekaligus berfungsi untuk memerangi maraknya hoax. 

Untuk itu, Komang berpesan agar para pengguna media digital selalu memastikan konten yang dibagikan di media sosial tidak mengandung unsur SARA dan hoax. 

”Memerangi sentimen atas identitas spesifik (SARA) dan informasi palsu yang dibuat seolah-olah benar (hoax), keduanya menjadi tanggung jawab kita bersama,” pungkasnya.

Dari perspektif budaya digital, dosen Institut Agama Islam (IAI) Hamzanwadi NW, Lombok Timur, Rizky Wulandari, mengajak warganet untuk berkolaborasi, bersama-sama memerangi hoax.

Ilustrasi berita hoax.

Photo :
  • Unsplash

”Kita bisa menjadi pejuang anti-hoax di dunia digital dengan cara membuat konten inspiratif, edukatif, informatif, dan menghibur,” ujar perempuan dosen yang akrab disapa Kiky itu.

Dalam paparannya, Kiky juga mengingatkan agar senantiasa menghargai setiap opini yang berbeda dari orang lain. Hal itu mengingat, setiap orang memiliki perbedaan. 

"Untuk itu, lebih baik menghargai perbedaan dan bukan menghakimi sebuah perbedaan,” tandasnya. 

Kiky memberikan kiat menanggapi opini di media sosial, di antaranya kenali masalah yang diperdebatkan, hargai pendapat orang lain, tidak buru-buru emosi, gunakan bahasa yang sopan, dan jangan sebarkan hoax. 

Sejak dilaksanakan pada 2017, program Gerakan Literasi Digital Nasional telah menjangkau 12,6 juta masyarakat. Pada tahun 2022 ini, Kominfo menargetkan pemberian pelatihan literasi digital kepada 5,5 juta warga masyarakat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya