Bunuh Diri Banyak Terjadi di Usia 10-39 Tahun, Ini Pemicunya

Ilustrasi stres.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Lifestyle – Kesehatan mental pada anak menjadi satu hal yang diabaikan oleh para orangtua lantaran terkesan tak kasat mata, namun sebenarnya dampak yang ditimbulkan cukup besar. Tak heran, banyak anak akhirnya yang mengalami stres dan depresi yang bahkan berujung pada bunuh diri.

Izin Menginap di Kantor Polisi, Pria Tuban Ini Ternyata Baru Membunuh Istrinya

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Selain itu berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7 persen korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif. Namun, apa sebenarnya pemicu dari masalah mental ini?

5 Manfaat Rebusan Air Daun Salam, Bisa Bantu Kurangi Kadar Gula Darah

"Sampai sekarang masih diteliti. Tapi ada 2 faktor besar yang berperan yaitu biologis dan lingkungan," ujar Psikolog Klinis dan Peneliti Relasi Interpersonal Pingkan Rumondor, M.Psi., dalam acara CloseUp, di Jakarta, baru-baru ini.

Ilustrasi bunuh diri.

Photo :
  • Pexels
5 Dampak Negatif Terlalu Dekat dengan Rekan Kerja, Bisa Kurangi Profesionalisme

Secara biologis, Pingkan menuturkan bahwa hal itu dipengaruhi oleh segala yang terjadi di otak, khususnya hormon yang dihasilkan seperti kortisol (hormon pemicu stres). Di sisi lain, lingkungan sekitar sangat berpengaruh karena membentuk karakter anak pada masa depan, tak terkecuali perkembangan kesehatan mentalnya.

"Lingkungan rumah, keluarga, pendidikan, atau pekerjaan bisa memengaruhi, yang jadi pemicu (trigger), kalau dia juga ada masalah di faktor biologis tadi," lanjutnya.

Lebih lanjut, Pingkan tak menepis bahwa faktor lingkungan juga mengarah pada media sosial yang turut dilakukan anak-anak kekinian. Tak dipungkiri bahwa media sosial sudah menjadi makanan sehari-hari bagi generasi muda. Nah, para orangtua sebenarnya dapat mengarahkan si kecil agar bijak sejak dini dalam memakai media sosial sehingga mencegah hal-hal yang terkait kesehatan mental anak.

"Tergantung bisa kelola apa nggak. Dia bisa batasi media sosial nggak. Kelola emosi dulu, kalau bisa kelola jadi lebih yakin dan percaya diri, jadi nggak merasa perlu lihat hal-hal yang menganggu (di medsos)," tandasnya.

Ilustrasi anak di bawah umur nonton konten pornografi

Photo :
  • iStock Photo

Dikutip dari The Sun, menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh badan amal kesehatan mental remaja, sekitar 37 persen anak muda berusia 12 hingga 18 tahun mengatakan bahwa mereka telah ditawari obat terkait oleh dokter. Menurut NHS, tingkat kemungkinan gangguan kesehatan mental telah meningkat sejak 2017.

Pada usia enam hingga 16 tahun, peningkatannya adalah dari satu dari sembilan (11,6 persen) menjadi satu dari enam (17,4 persen). Pada usia 17 hingga 19 tahun, angka tersebut meningkat dari satu dari sepuluh (10,1 persen) menjadi satu dari enam (17,4 persen).

Angka NHS menunjukkan anak-anak dan remaja yang menunggu untuk memulai perawatan kesehatan mental atau menjalani perawatan di Inggris mencapai 420.314 pada Februari – angka tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2016. Dan angka-angka itu telah meningkat 54 persen sejak Februari 2020 dan 24 persen pada tahun lalu.

Pemberitaan ini tidak untuk menginspirasi dan diimbau anda tak menirunya. Jika anda merasakan gejala depresi, permasalahan psikologi yang berujung pemikiran untuk melakukan bunuh diri segera konsultasikan ke pihak-pihak yang dapat membantu anda seperti psikolog, psikiater atau klinik kesehatan mental.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya