Studi Wanita Lebih Cepat Move On Usai Bercerai, Benarkah?

Ilustrasi perceraian.
Sumber :
  • U-Report

VIVA Lifestyle – Perceraian merupakan hal yang tidak diinginkan setiap pasangan suami-istri. Setiap pasangan suami-istri menginginkan pernikahan mereka awet hingga hanya maut yang memisahkan mereka.

Kecanduan Onani Berdampak Pada Pikiran dan Gaya Bicara, Begini Kata dr Boyke

Namun sayangnya angka perceraian terutama di Indonesia mengalami peningkatan. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Indonesia 2022, sebanyak 447.743 kasus perceraian terjadi pada tahun 2021.

Akhirnya Bicara, Ria Ricis Tegaskan Tetap Mau Cerai dari Teuku Ryan

Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 291.677 perkara. Data BPS tersebut hanya mencakup perceraian untuk orang Islam saja.

Ilustrasi perceraian.

Photo :
  • U-Report
Heboh Tarian Erotis di Pasar Malam Asahan, Modus Panitia Izin Kreasi Busana Muslim

Sedangkan, berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama terdapat sejumlah penyebab dari perceraian. Yakni faktor perselisihan dan pertengkaran, ekonomi, meninggalkan salah satu, KDRT, mabuk, murtad, dihukum penjara, judi, poligami, zina, kawin paksa, cacat badan, madat, dan lainnya.

Berbicara mengenai perceraian dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Avvo dilaporkan bahwa wanita cenderung lebih cepat move on dibanding pria setelah mereka bercerai.

Dalam laporan yang dilakukan oleh Avvo melaporkan bahwa hanya 61 persen merasa mereka memutuskan hubungan dari hubungan yang gagal tanpa penyesalan, sementara 73 persen wanita mengatakan bahwa mereka tidak merasa menyesal setelah bercerai.

Ilustrasi patah hati, perceraian

Photo :
  • Freepik/rawpixel.com

Studi tersebut juga menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang menghargai kebahagiaan, kesuksesan, dan bahkan kesepian daripada sengsara dalam pernikahan dibandingkan 58 persen pria yang merasakan hal yang sama.

"Wanita, di sisi lain, lebih menghargai kebahagiaan daripada pernikahan, dan umumnya kurang takut akan kemandirian. Apa pun alasan yang mendasarinya, kedua pasangan memiliki peran dalam hubungan yang tidak berhasil, termasuk wanita bahkan jika itu berarti sebagai pasangan, membuat lebih banyak kesalahan yang ingin Anda akui, atau bahkan memilih pasangan yang salah," kata sosiolog dan seksolog Dr. Pepper Schwartz.

Schwartz juga menegaskan kembali bahwa peran gender stereotip pasti memiliki beberapa kesimpulan mengapa pria dan wanita merasakan apa yang mereka lakukan tentang keputusan untuk bercerai dan sikap terhadap kehidupan setelahnya.

Ilustrasi sidang cerai.

Photo :
  • U-Report

"Seperti kata pepatah, dibutuhkan dua orang untuk tango dan dua orang untuk merusak hubungan, tetapi wanita lebih kecil kemungkinannya untuk disalahkan,” ujar Pepper Schwartz.

“Peran gender dan stereotip tradisional tentang kemitraan domestik benar-benar berperan di sini. Mungkin wanita percaya bahwa menyalahkan diri sendiri tidak memberdayakan, dan pria mungkin merasa seolah-olah tidak maskulin menyalahkan istri mereka," lanjut dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya